Rabu, 25 Juni 2014

Response Paper Individu (MUH. DZIKRI AMIR)


Respons Paper ( Kesenjangan dan Ekslusi Sosial )
MUH. DZIKRI AMIR           115120100111024
Pertemuan kelima : Mbak Asti ( Erving Goffman: Stigma dan identitas sosial )
            Teori stigma oleh Goffman adalah relasi bahasa, maksudnya proses-proses dari interaksi masyarakat yang bersifat melakukan justifikasi atas ketidakbiasaan orang lain. Stigma juga memunculkan inferioritas/merendahkan diri. Individu atau kelompok yang terstigma akan menjadi inferior akibat wacana dominan dari kenormalan. Stigma juga menyalahkan atribut yang melekat pada individu atas ketidaksempurnaan. Kemudian dari proses tersebut terjadi yang namanya diskriminasi.
            Mbak Asti juga menjelaskan bagaimana proses stigma bisa terjadi, berawal dari social identity dimana menurut Goffman identitas sosial dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Virtual social identity : asumsi yang muncul menghubungkan dengan realitas yang belum terbentuk sepenuhnya. Karakter identitas tersebut terbentuk karena cenderung menyalahkan.
2.      Actual social identity :  kategori yang realitasnya dapat terbukti. Kondisi seperti ini memang sudah bisa dibuktikan dengan kenyataan individu/kelompok yang mendapatkan stigma.
Identitas sosial adalah definisi seseorang tentang siapa dirinya, termasuk di dalamnya atribut pribadi/personal dan atribut yang melekat pada individu/kelompok yang kemudian identitas itu sendiri dikontruksi dari eksternal.
            Individu yang mendapatkan stigma akan membuat suatu kondisi ketidaknyamanan secara sosial terhadap prasangka yang dibuat masyarakat. Individu yang terstigma akan mendapatkan pilihan rasional antara memilih untuk mengucilkan diri atau malah bersikap percaya diri dan berani. Pada umumnya orang-orang yang sudah terstigma lebih memilih untuk menjauhkan diri dari lingkungan. Normalitas atau orang-orang yang menganggap dirinya normal akan mengidentifikasi diri dan berusaha menolak/ kontak saling menghindarkan/ mendeskreditkan.  Kelanjutan dari stigma adalah labeling, Frank Tannenbaum (1983) proses individu melakukan kejahatan adalah proses pemberian label, labeling sendiri akhirnya membuat pemberian stigma diri. Jadi kesimpulannya identitas sosial kalau dikaji secara mendalam akan menguak bagaimana stigma, labeling, stereotype dan diskriminasi akan berlangsung didalamnya.
Pertemuan keempat : Mbak Titi ( Marx: deviance )
            Mbak Titi menjelaskan tentang deviance, namun deviance yang ini adalah menurut pemikiran Karl Marx. Marx bukan bicara deviance dari sudut pandang nilai dan norma, namun Marx menjelaskan deviance itu dari sistem kerja, dimana borjuis (pemilik modal) dan proletar (buruh/pekerja) itulah yang memunculkan deviance. Deviance menurut Marx diartikan sebagai individu/kelompok yang tidak memiliki peran untuk menyokong borjuis dalam akumulasi modalnya, artinya seorang deviance itu adalah yang tidak ikut serta dalam proses produksi dalam sistem kapitalis borjuis. Kelompok deviance seperti penjelasan Marx itulah yang dianggap sebagai sebuah penyimpangan dan tidak menjadi bagian dalam akumulasi modalnya.
            Menurut sepemahaman saya deviance itu bukan berarti seorang buruh, karena buruh sendiri turut serta dalam proses produksi. Jadi deviance adalah orang yang tidak berguna apa-apa bagi para kapitalis. Deviance sendiri juga akan membahayakan dan mengancam eksistensi borjuis dalam proses akumulasi modalnya ketika terjadi kesenjangan yang begitu jauh antara pemilik modal dan buruh maupun masyarakat marjinal.
            Mbak Asti juga menjelaskan tentang the rulling class atau segelintir pemilik modal yang menentukan deviance atau tidak suatu individu. Pada akhirnya deviance versinya Marx ini sangat ditentukan oleh the rulling clas, bahkan mereka juga diinstitusikan melalui keluarga, sekolah, budaya dll. Marx dalam deviance dibagi dalam dua macam, yaitu social junk dan social dynamite. Social junk adalah kelompok deviance yang dianggap tidak membahayakan sistem kapitalisme, contohnya adalah orang gila, sedangkan social dynamite adalah kelompok yang membahsyakan sistem kapitalisme dan mereka patut untuk mendapatkan kontrol, contohnya adalah buruh yang melakukan demonstrasi untuk kenaikan gaji, meskipun mereka adalah penyokong atau ikut dalam sistem produksi kapitalisme namun buruh juga bisa termasuk kategori deviance, begitu buruh melakukan demonstrasi pihak pemilik modal langsung mengontrol melalui serikat buruh.

MUH. DZIKRI AMIR 115120100111024
Berawal Dari A…
            Jacques Derrida menjelaskan tentang proses terbentuknya identitas. Identitas berasal dari makna oleh orang lain yang membuat individu untuk berusaha mengenalkan diri sendiri. Film ini sangat menekankan identitas Wanita tunatetra dan Akbar sebagai seorang difabel atau penyandang cacat. Wanita tunanetra mengalami tunanetra dan Akbar mengalami tunawicara. Bagaimana semua aspek bisa kita analisis dalam film ini, mulai dari budaya, agama, akses dan pendidikan. Jika Derrida menjelaskan bahwa identitas itu adalah hasil representasi atau rekayasa dari orang lain, maka identitas seorang difabel dalam film ini bisa dilihat bahwa seorang difabel itu memiliki banyak perbedaan dengan orang normal maka dari itu tubuh yang dia miliki dianggap tidak bisa melakukan banyak aktivitas sama dengan orang normal lainnya. Wacana dominan mengganggap seorang difabel memang dianggap tidak berguna dan hanya melakukan interaksi kehidupan dengan penyandang cacat lainnya.
            Dilihat dari sisi budaya, ketika wanita tunanetra mendapat teguran dari orang tuanya bahwa perempuan itu tidak pantas kalau sudah umurnya tua tidak segera mendapatkan pendamping hidup yang mapan. Kontruksi tersebut merupakan budaya dari orang Indonesia bahwa perempuan harus segera nikah jika bisa dikatakan sudah terlalu tua umurnya. Aspek agama adalah ketika orang tua dari wanita tunanetra menyuruhnya untuk mencari imam solat yang benar-benar bisa menjadi pemimpin, bukan malah wanita tunanetra yang menjadi imam solat untuk Akbar. Sosok tersebut menurut saya tidak kondisional, karena kondisi tubuh dan kemampuan Akbar yang tunawicara memang tidak akan mungkin bisa menjadi imam yang baik. Seakan Akbar yang mengalami kendala bicara tidak layak menjadi imam solat, padahal jika melihat alasannya dia tidak menjadi imam solat karena tubuh yang tidak sempurna. Budaya sangat jelas telah melakukan pendeskripsian tentang tubuh yang berakena ragam, baik sempurna maupun mengalami kecacatan. Akses atau pelayanan publik yang mereka dapatkan juga tidak seperti layaknya orang biasanya, semisal akses untuk pendidikan akses ketika sedang berbelanja dll.
            Seperti kata Pak Amex bahwasanya tubuh itu nantinya akan melakukan adaptasi dengan kondisi sekitar. Butler kemudian menjelaskan bahwa gender adalah kontruksi sosial yang melupakan pengalaman individu, performa juga dilihat pada bentuk tubuhnya. Ketika wanita tunanetra yang memiliki penyakit tunanetra maka secara otomatis dia beradaptasi dengan kehidupannya, sejak dari kecil dia berusaha untuk membiasakan aktivitas sehari-harinya tanpa melihat apa-apa, ketika dia mengambil minuman secara reflektif sudah mengerti dan hafal bagaimana cara dan langkahnya. Juga ketika ibunya membelikan jam dinding maka dengan respon selanjutnya wanita tunanetra memecahkan kaca jam dinding supaya bisa mengetahui pukul berapakah apabila dia ingin mengetahui jam berapa sekarang. Kesimpulannya tubuh itu akan melakukan adaptasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, karena kondisi sekitar yang tidak memiliki akses untuk seorang difabel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar