NAMA :
WINANTININGSIH
NIM : 115120107111016
RESPON PAPER 1 KESENJANGAN DAN EKSLUSI SOSIAL
Menurut
Adam Smith, dalam setiap individu masing-masing mempunyai kebebasan dalam
mengembangkan dirinya termasuk dalam ekonomi atau ownership. Ini menunjukkan
masing-masing mempunyai kesempatan dan hak yang sama. Namun hal ini di tolak
oleh Karl Marx yang menyatakan bahwa intervensi ekonomi itu di perbolehkan
tetapi dalam bidang lain tidak bisa.Yang seperti ini menunjukkan terdapat hal-hal yang di langgar. Adam Smith juga
menyebutkan bahwa individu adalah hal yang mutlak.
Membahas
mengenai The greatest happiness of the greatest number yakni tentang kebijakan
pemerintah yang di peruntukkan untuk kepentingan orang banyak. Ini merupakan
bagian dari Utilitarian. Utilitarian sendiri yakni menindas yang lemah atau
minoritas. Misal saja non muslim, syiah, ahmadyah.
Yang
menjadi perdebatan selama ini yakni ekonomi, oportunitas, deprivasi (sumber-sumber
akses kesejahteraan) yang mana menyebabkan ekslusi pendapatan. Di sini ada
indikasi mengenai bagaimana kebijakan pemerintah di sesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Ini artinya yang kaya
semakin kaya. Selain itu yang menjadi perdebatan juga pada Traditional value.
Misal saja deprivasi pada kekayaan yang di tetapkan World Bank tidak sesuai
dengan yang di miliki oleh orang desa dengan kekayaan atau kemampuan makan yang
di miliki oleh orang kota. Selain itu juga masalah komunalitas.
Social
eksklusion sifatnya ada 2 yakni pasif dan aktif. Social eksklusion pasif yakni kelompok minoritas tidak punya hak
untuk mengembangkan eksklusi sosialnya. Misalnya pengungsi, korban lapindo.
Sedangkan eksklusi social aktif yakni orang yang tereksklusi namun masih terlibat dalam masyarakat namun dianggap
sebelah mata. Misal perempuan, difabel.
Pendefinisian
ekslusi sosial menurut Amatya Sen diantaranya ada beberapa aspek yakni (1) Lost
of current dimana outputnya tidak menghasilkan apa-apa. (2) Lost of skill yakni
tidak punya keterampilan apa-apa, keahlian yang long term aspec, cultural
capital karena negara tidak memberikan. (3) Lost of freedom misalnya orang
syiah tereksklusi karena kepercayaan yang di miliki yang mengakibatkan
kehilangan kebebasan dalam beragama. (4) Psicologycal harm and mistery dimana
mengalami tekanan psikologis karena di tolak oleh masyarakat. Misalnya waria,
anak hasil perkosaan. (5) Mengenai Health and Mentall. Misal ODHA , sipilis, PSK, Down Syndrom. (6)
Motivation and future work. (7) Gender and Ras. (8) Weaking of Social value,
dimana nilai-nilai tradisional atau nilai-nilai sosial dalam masyarakat ini
melemah. Yang mana tadinya masyarakat ini saling mendukung menjadi
individualis. Misalnya pembangunan perumahan yang awalnya merupakan pedesaan.
Amartya Sen berbicara
tentang liberaterian yakni intervensi tidak diperbolehkan . terjadinya ekslusi
ketika sekelompok atau seseorang di keluarkan dari kelompoknya (masyarakat).
Ekslusi melekat pada seseorang bukan hanya karena suatu faktor dari luar
tertentu. Misal saja gay yang merupakan bawaan biologis. Selain itu contoh
lainnya yakni pada birokrasi juga dapat menyebabkan ekslusi sosial, dimana
mantan narapidana tidak dapat menjadi PNS. Membahas mengenai deprivasi “Amartya
Sen” yakni mengenai perampasan hutang. Berbicara mengenai kasus dunia ketiga
ekslusi sosial membahas tentang marginalisasi baik di bidang politik, sosial,
ekonomi, hukum dan HAM.
Berbicara
mengenai normal dan patologi terdapat devian. Yang di dalamnya ada kejahatan dan patologis yakni berbicara pada
masyarakat yang sedikit abnormal daripada yang normal. Eksklusi sosial memiliki
arti yakni proses yang menghalangi individu dari kelompok untuk berpartisipasi
dalam kegiatan sosial, ekonomi, politik di dalam masyarakat secara keseluruhan.
Menurut John Pierson ada beberapa komponen Ekslusi Sosial yakni kemiskinan dan
orang yang berpenghasilan rendah, tidak mempunyai akses dalam pekerjaan, tidak
memiliki jaringan sosial, terdampak pada daerah setempat, dan terbuang dari
layanan.
Menurut
perspektif Durkheim ekslusi sosial mengancam solidaritas sosial karena ada yang
menjadi target sasaran kebijakan pemerintah. Dalam perpektif durkheim terdapat
anomie yakni aturan yang kehilangan norma-norma yang berlaku atau aturan kultural yang kehilangan daya ikat atau tanpa
norma. Tahap berikutnya dari anomie adalah disorganisasi sosial. Disassosiation / pemisah dalam
struktur sosial terjadi karena berkembangnya pola adaptasi di antaranya berbagai bentuk pola perilaku menyimpang. Tanpa
tindakan assosiasi orang tidak punya konsepsi mengenai apa yang tepat dan tidak
tepat dan perilaku yang dapat di terima.
Durkheim juga berbicara mengenai Normal dan pahtologis, yang menyebutkan bahwa masyarakat yang sehat dapat di kenali karena akan
menemukan kondisi yang sama di dalam masyarakat lain pada tahap yang sama
pula. Jika masyarakat
menyimpang dari suatu ke normalitasan, maka masyarakat tersebut pathologis.
Contohnya menikah dengan lawan jenis maka di anggap wajar, sedangkan menikah
sesama jenis di anggap tidak wajar dan menyimpang.
Berbicara mengenai Crime, dhurkheim melihat tindakan kejahatan adalah
normal daripada pathologis. Kejahatan dapat di temukan di
mana-mana, kejahatan di
anggap normal dan berfungsi bagi masyarakat. Kejahatan mampu menggambarkan
nurani kolektif masyarakat tersebut. Sedangakan deviant ( perilaku menyimpang) yakni
perilaku yang tidak sesuai dengan norma perilaku masyarakat. Menurut
Heiden John and Becker
penyimpangan bukan kualitas dari tindakan yang
di lakukan seseorang, tetapi lebih pada konsekuensi dan sanksi yang di terapkan pada pelaku
penyimpangan tersebut.
Mengenai Fungsionalisme dan Positivisme, Durkheim berbicara tentang
fakta sosial yang fokus pada struktur makro masyarakat yang
menyerupai organisasi
biologis dan berusaha menjelaskan struktur sosial khusus. Masyarakat punya
kebutuhan dan struktur sosial secara otomatis muncul menjawab kebutuhan
tersebut. Pathologi terdapat kriteria umum masyarakat yang sehat. Konsep normal telah di tetapkan
oleh masyarakat. Pathologi diibaratkan sebagai penyakit, sehingga kejahatan bunuh diri,
kemiskinan adalah penyimpangan yang di anggap pathologi. Apa yang di anggap
patologi dalam sosiologi adalah tergantung norma.
Berdasarkan Marxian Theory, permasalahan teori tradisional tentang
devian yakni dilihat sebagai sebuah fenomena yang sifatnya sementara. Teori traditional mengabaikan
struktur dan bersifat ahistoris dalam analisisnya. Kajian mengenai kontrol yang di gagas
untuk melengkapi kajian baru tentang devian. Mekanisme kontrol awalnya di lihat sebagai mekanisme alami atas
perilaku yang menyimpang namun kontrol tersebut juga muncul devian.
Menurut Karl Marx, dia melihat bahwa infrastruktur dan infrastruktur terjadi
pertentangan dan dominasi kelas. Deviance production Marx digunakan untuk
mengonstruksi teori mengenai devian dan control, yang memerlukan teori untuk menjelaskan mengenai kemunculan devian. Devian dapat
di definisikan orang yang tidak mampu
menyokong kapitalisme ( insfrastruktur mengubah suprastruktur) ini artinya
ekonomi dapat mengubah dan mengakibatkan kejahatan.
Produksi devian dalam masyarakat
kapitalis berhubungan dengan organisasi sosial ekonomi. Ekonomi memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap suprastruktur yang ada di dalam masyarakat
melalui institusi bias
juga lewat keluarga,
media, sekolah, negara dll. Peran besar
suprastrukture yakni menghadirkan regulasi masalah populasi
agar tidak mengancam relasi sosial dari produksi pada masyarakat kapitalis.
Secara historis masyarakat kapitalis dapat meredam masalah ini.
Dari relatif surplus
populasi, populasi dapat di lihat dari dua sisi yakni di satu sisi berguna dan
di mengancam bagi akumulasi modal. Namun
di sisi lain perlu biaya yang harus di keluarkan jika terjadi eksploitasi.
Mengenai Social Junk, munculnya kelompok ini karena mereka gagal dalam berperan
mendukung kapitalis. Hal ini di sebabkan karena kelompok ini di kontrol oleh
negara lewat agen-agennya. Sedangkan social dynamite, lebih bergejolak dan
kritis karena terdiri dari kalangan muda yang perlu mendapat kontrol lewat
legal sistem.
NAMA
: WINANTININGSIH
NIM :
115120107111016
RESPON PAPER KEDUA KESENJANGAN DAN EKSLUSI
SOSIAL
Dalam pemaknaan mengenai tubuh menurut
Durkheim, manusia dalam mengenali dunia untuk pertama kali di nilai dari tubuh.
Tubuh merupakan perjumpaan dengan dunia, dan kontruksi juga melalui tubuh.
Contohnya kecantikan dan keburukan di nilai dari tubuh. Masyarakat dinamis,
konstruksinya melalui tubuh itu sangat penting. Proses ekslusi sosial di nilai
dari memaknai tubuh itu sendiri. Tubuh menjadi tanda dalam pemaknaan tubuh.
Dalam
memaknai tubuh, Judit Butler melihat
gender adalah konstruksi
melupakan pengalaman individu. Gender juga lebih di lihat pada performa
individu dalam mengkonstruksi gender. Antara laki-laki dan perempuan itu
mempunyai keistimewaan. Gender is experiences lebih dilihat dari pengalaman dan
ada hubungan antara jenis kelamin dan performa. Ketika laki-laki ingin menjadi
perempuan maka mempengaruhi performanya. Contoh laki-laki minta di panggil mbak
itu karena dia merasa performanya sebagai perempuan dan ketika hal demikian
terjadi maka masyarakat akan mengekslusinya. Dalam pemaknaan manusia terhadap
dirinya, manusia bebas memaknai dirinya sendiri dan menciptakan identitasnya.
Misalnya muka, dan ciri fisik lainnya seperti orang China, tapi dia mengaku
sebagai orang Indonesia dan menciptakan identitasnya sendiri.
Mengenai
tubuh, Judith Butler menyatakan bahwa segala sesuatu harus merefer tubuhnya.
Yang membedakan Judith dengan kalangan feminis yakni memaknai tubuh adalah
masyarakat dan terjadi dominasi makna. Tubuh bisa adaptasi atau menyesuaikan
dengan lingkungannya. Ini artinya bahwa setiap individu itu mampu beradaptasi
dengan kondisi apapun walaupun dia cacat sekalipun. Contoh, misal pada kasus
orang yang tidak punya tangan akan tetapi dia bisa memfoto dengan menggunakan
kakinya, dan ini yang di anggap anah oleh masyarakat.
Sedangakan
menurut Mike Oliver dalam mendefinisikan tubuh, tubuh yang berbeda itu menjadi
objek atau masalah. Dalam sebuah penelitian, orang yang tubuhnya berbeda maka
di jadikan penelitian atau masalah. Kelompok-kelompok orang yang fisiknya
berbeda akan menjadi objek penelitian. Misal bagaimana seorang difabel dalam
beradaptasi dengan lingkungannya. Selain itu orang yang tidak cacat namun
berbeda ras, dan warna kulit sepeti orang keturunan China di Indonesia, orang
berkulit hitam juga dianggap tidak normal. Mengapa hal ini menjadi objek? Mike
mendefinisikan bahwa cacat itu tidak ada. Cacat itu di bentuk oleh orang-orang
normal yang menganggap orang yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya itu
sebagai orang cacat. Apakah cacat itu sendiri? Dianggap cacat itu ketika lingkungan
tidak mendukung. Dalam hal ini berarti lingkunganlah yang menetukan tubuh. Lingkungan juga menjadikan disabel. Yang
menjadikan lingkungan disabel itu adalah karena kapitalisme. Di sini madal
sosial yang lebih menguasai. Contoh dengan adanya produk kecantikan yang di
pasarkan oleh pemilik modal maka para kapitalis ini membentuk pandangan dalam
iklan produknya bahwa standart cantik
itu orang berkulit putih seperti yang ada dalam iklan. Maka orang yang berkulit
hitam dianggap jelek atau tidak normal. Ini yang menjadikan kapitalisme
membentuk lingkungan menjadi disabel.
Menurut
Foucault, membahas mengenai tubuh itu di dalamnya ada ” Regime of Truth”. Di
mana manusia di tata berdasarkan tubuhnya. Contoh tubuh bagus masuk tentara,
orang pintar masuk SMA favorit, cacat masuk SLB. Dan di dalam ” Regime of
Truth” ada Govermentality yang mengatur semua itu. Sementara Candy menganggap aneh orang yang tidak punya
tangan bisa memotret, padahal tubuh itu bisa beradaptasi. Yang berbeda itu
sebenarnya bukan karena tidak bisa melakukan suatu hal namun masyarakat yang
memaknainya berbeda sehingga timbul diskriminasi. Namun pertanyaannya apakah
diffabel itu dianggap marginalitas? Tidak tetapi hanya berbeda tubuh saja.
Membahas mengenai stigma dan identitas sosial
menurut Erving Goffman, stigma mengarah pada hal yang negatif. Misal saja
stereotype, diskriminasi. Stigma negatif dapat di contohkan seperti penderita
ODHA, keturunan PKI. Mereka cenderung di stigma negatif bahkan
dikucilkan dan di diskriminasi oleh masyarakat.
Berbicara
mengenai apakah identitas sosial
menyangkut Seperti gender dan ras. Stigma dapat menimbulkan efek
mengucilkan seseorang karena dianggap mereka berbeda dari apa yang di harapkan
oleh masyarakat. Jadi stigma itu adalah ciri negatif pada diri seseorang.
Tipe-tipe stigma bermacam-macam yakni, stigma cacat fisik. Yang termasuk dalam
kategori ini yaitu mereka yang tidak memiliki tubuh normal atau tubuhnya tidak lengkap. Selain itu ada
stigma karakter yakni, individu yang memiliki kebiasaan buruk. Misalnya anak
Punk yang karakternya buruk, kebiasaannya tidak mandi dll.
Hubungan
mengenai individu dengan stigma yakni terdapat ketidak nyamanan secara sosial
terhadap prasangka yang di buat oleh masyarakat. Kepercayaan yang terhadap
identitas yang di sangkakan berusaha di jadikan normal. Dalam interkasinya
terdapat kecemasan dan kebingungan. Respon pertahanan dan ekspresinya langsung
agar di anggap normal. Contohnya memilih mengucilkan diri atau memilih berani.
Membahas
mengenai normal dalam melihat orang berstigma, suatu kenormalitasan akan
mengidentifikasi dri dan berusaha untuk menolak. Normal akan melakukan penerimaan sebagai
wujud simpati. Sedangkan patologi interaksi menggembangkan interaksi dengan bangunan
makna yang normal dan berstigma. Contohnya penderita HIV/AIDS itu awalnya
Inaction kemudian di stigmakan negatif oleh masyarakat dan akan menjadi
stereotype yang selalu melekat sehingga di kucilkan oleh masyarakat.
NAMA : WINANTININGSIH
NIM :
115120107111016
“ REVIEW FILM BERMULA
DARI A”
Di dunia ini
sesungguhya tidak ada perbedaan antara normal dan cacat. Namun masyarakat
mengeksklusi orang-orang yang dianggap berbeda dari orang normal. Dalam
menentukan normal dan tidak normal di nilai dari tubuh. Hal ini juga di
buktikan dalam film bermula dari A. Film ini menceritakan dua orang difabel
yang satu sama lain saling melengkapi. Di sini di paparkan bahwa seorang
perempuan tuna netrayang mengajari melafalkan huruf A kepada seorang laki-laki
tuna rungu dan tuna wicara. Meskipun memiliki kekurangan perempuan difabel ini
dengan sabarnya perempuan tuna netra ini mengajarkan kata “Akbar” kepada
laki-laki difabel.
Menurut Durkheim, dalam
mengenali dunia untuk pertama kali dari tubuh. Konstruksi sosial melalui tubuh
sangat penting. Karena pada dasarnya kecantikan dan keburukan itu di nilai dari
tubuh. Jika tubuh seseorang berbeda dari standart kenormalitasan maka akan
terkslusi dari masyarakat. Karena proses ekslusi sosial di nilai dari bagaimana
seseorang memaknai tubuh itu sendiri. Hal ini di buktikan ketika kacamata
perempuan tuna netra ini rusak, laki-laki tuna rungu ini mengajaknya ke sebuah
optik. Ketika dia ingin menanyakan harga, si penjaga optik tidak mengerti
bahasa si laki-laki tuna rungu. Kemudian laki-laki tuna rungu ini berbicara
pada perempuan tuna netra melalui tanda bahasa isyarat lewat tangan si
perempuan untuk menanyakan harga kepada si penjual. Betapa penting tubuh kita
miliki untuk berkomunikasi, sekalipun dia cacat.
Sementara itu Mike
Oliver mendefinisikan bahwa cacat itu tidak ada. Cacat di bentuk oleh orang
normal dan lingkungan itu yang menentukan tubuh. Ini di buktikan ketika ibu
perempuan tuna netra ini memandang teman laki-laki perempuan ini sebelah mata.
Si ibu menginginkan anak perempuannya mendapatkan pendamping yang mampu
mengimami anaknya. Ini membuktikan bahwa orang tuna rungu dan tuna wicara di
anggap tidak mampu seperti orang normal pada umumnya. Namun kedua difabel ini
mampu membuktikan kepada orang-orang bahwa dengan segala keterbatasan yang di
miliki, keduanya mampu melakukan sesuatu seperti orang-orang normal pada
umumnya. Kesimpulannya bahwa dengan keterbatasan fisik yang di miliki tidak
mengahalangi seseorang dalam beraktifitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar