Ismiasih Wahyu Ulfiani / 115120101111024
Kesenjangan dan
Eksklusi Sosial
Merupakan peminggiran yang terjadi
pada orang-orang yang dalam kehidupannya di anggap menyimpang atau keluar dari
standart kenormalan yang ada. Fenomena ini dianggap menghalangi atau menghambat
individu, keluarga maupun kelompok dari sumber daya yang dibutuhkan bahkan
kesempatan mereka yang dianggap menyimpang dari kenormalan ini pun untuk
berpartisipasi dalam kegiatan sosial ekonomi dan politik yang ada di masyarakat
sangat minim. Hal ini dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah No.43 Tahun
1998 yang mewajibkan 1 orang penyandang disabilitas untuk di pekerjakan dari
100 karyawan sebuah perusahaan, meskipun tampaknya memberikan kesempatan untuk
mengakses kegiatan ekonomi tetap saja kuota yang diberikan hanya 1 % saja.
Kesempatan yang sama hanya sebagai slogan saja.
Setiap individu mempunyai kedaulatan
masing-masing yang dimana setiap individu ini bebas dan berhak untuk mengikuti
segala bentuk penyelenggaraan sosial guna menopang keberlanjutan hidupnya,
inilah gagasan yang dimiliki oleh Adam Smith. Menurutnya, individu merupakan
wujud yang mutlak dimana terdapat keseimbangan dalam lingkungan tempat individu
berada sehingga jauh dari pertentangan dan tidak ada intervensi atas ekonomi
sehingga semua manusia mendapatkan hak yang sama dengan porsi yang sama pula.
Mungkin apabila di cermati lagi, Adam Smith ini sangat fungsional karena bagaimanapun
keadaan individu, baik dianggap aneh maupun normal tetap harus mendapatkan
perlakuan yang sama. Jika mengingat gagasan Karl Marx, tentu saja gagasan milik
Adam Smith ini sangat bertolak belakang, jika menurut karl marx masyarakat itu
tergolong atas dua kelompok yakni borjuis dan proletar maka berbeda dengan
Smith yang melihat masyarakat itu sama, setara. Tidak ada yang kaya dan tidak
ada juga yang miskin.
Deprivasi merupakan semacam kerugian
yang dapat menimbulkan kemiskinan. Hal ini karena deprivasi ini terjadi melalui proses eksklusi yang biasanya menimpa
kaum-kaum atau individu yang mungkin dinilai tidak simetris dan normal. Orang
yang tereksklusi atau termarjinalkan biasanya sulit untuk mengakses aspek-aspek
yang dapat menunjang kehidupannya seperti aspek sosial, ekonomi, politik dan
bahkan pendidikan yang otomatis juga memutuskan jaringan sosial dan peluang
berkembangnya individu untuk menuju ke kehidupan yang lebih baik. Orang-orang
yang tereksklusi itu biasanya adalah siapa saja yang berkemampuan ekonomi lemah
dengan diukur dari tingkat pendapatan yang rendah sehingga orang ini dianggap
miskin, kemudian jika sudah begitu maka jelas akses terhadap pekerjaan pun juga
terbatas karena jaringan sosial yang dimiliki sudah pasti sedikit dan kurang
bisa mendukung keteraksesan aspek kehidupan sosial. Kemiskinan yang melanda
masyarakat yang tereksklusi ini pada akhirnya akan berdampak pada deprivasi
yang akhirnya menghilangkan akses-akses yag harusnya bisa dicapai.
Dari eksklusi sosial yang sudah
disinggung, pada akhirnya akan melahirkan devian yang merupakan istilah yang
dilekatkan pada orang-orang yang dianggap menimpang tadi. Marx melihat bahwa
orang yang dikatakan sebagai devian itu adalah orang yang tidak memiliki daya
atau kemampuan untuk menunjang berbagai kegiatan kapitalis dalam melakukan
pengakumulasian modal atau dengan kata lain ialah devian itu adalah orang-orang
yang tidak masuk dalam struktur kapitalis. Ini konsisten dengan kajian marx
mengenai material dimana infrastruktur menentukan suprastruktur yang berarti
bahwa ekonomi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap aspek aspek sosial
di atasnya. Seringkali kaum borjuis melakukan hegemony melalui mekanisme kontrol
yang diinstitusionalkan misalnya saja keluarga, media, sekolah seolah-olah
lembaga-lembaga ini menuntut seseorang untuk selalu berusaha demi mendapatkan
kerja yang lebih baik dengan sekolah setinggi mungkin.
Lebih spesifiknya lagi, devian
menurut marx ini adalah orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kemampuan
untuk menghasilkan materi. Jika seseorang itu adalah tergolong miskin tetapi
dia bekerja misalnya sebagai buruh atau kuli maka orang tersebut tidak disebut
devian, karena masih bisa menunjang kegiatan kapitalis untuk mencapai tujuan
akumulasi modal yang telah ditargetkan oleh penguasanya. Marx adalah tokoh
sosiologi yang makro, jadi dalam mengkaji materi cakupannya dia adalah kelompok
atau populasi yang menempati suatu wilayah tertentu, dan dalam membahas
permasalahan mengenai devian ini, marx menggolongkan populasi devian menjadi
dua yang berguna dan mengancam. Berguna ini maksudnya adalah tidak berbahaya
karena kelompok ini dianggap tidak memiliki gagasan apapun yang dapat mengancam
kapitalis (social junk) misalnya saja
orang gila, pengontrolannya dilakukan oleh lembaga negara seperti RSJ. Kemudian
dikatakan mengancam karena kelompok ini memiliki pemikiran kritis untuk
memberontak budaya kapitalis (social
dynamite) seperti halnya mahasiswa, pengontrolannya pun juga dilakukan
secara legal oleh negara.
Durkheim juga merupakan tokoh
sosiologi yang membahas devian yang tentu berbeda dengan konsep Marx, disini
durkheim melihat bahwa eksklusi yang terjadi di masyarakat dapat mengancam solidaritas,
hal ini dikarenakan adanya kelompok yang berada dalam masyarakat yang tidak
dianggap dengan kata lain ada beberapa yang tidak masuk dalam kenormalan yang
terbentuk dan disepakati suatu kelompok. Eksklusi tersebut pada akhirnya dapat
memunculkan anomie. Anomie ini merupakan keadaan yang mengambang dari nilai dan
norma yang berlaku pada akhirnya hal ini memunculkan kaum devian dimana yang
tergolong dalam devian ini dinilai melakukan tindakan atau perilaku yang tidak
sesuai dengan norma sosial. Selain itu juga kajian durkheim juga merujuk pada
lingkungan sosial jadi penentu bahwa kelompok sosial itu devian atau tidak
disesuaikan dengan pandangan masyarakat kebanyakan utamanya dalam hal
bertingkah laku.
Analisis
Film dengan teori Judith Butler
Dari film tersebut dapat dianalisis menggunakan
teori Judit Butler mengenai pemaknaan tubuh yang menghasilkan konstruksi
terhadap identitas. Di tengah dominasi makna terhadap mereka yang dikonstruksi
masyarakat sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan khusus yang membuat mereka
di ekslusi oleh masyarakat akan tetapi mereka berusaha membuat identitas baru
dengan jalan performa atau suatu tampilan yang digunakan untuk mendobrak
identitas lama yang membuat mereka menjadi ekslusi. Performa tersebut dalam
bentuk interaksi yang dilakukan si laki-laki dan perempuan, dalam interaksi
yang terjalin dalam bentuk suatu kerjasama yaitu ketika si perempuan mengajari
si laki-laki mengeja ‘A’ begitu sebaliknya ketika laki-laki berusaha melindungi
si perempuan dari gangguan apapun dengan kemampuan yang dimilki walaupun
dibatasi oleh komunikasi verbal. Akan tetapi, dari performa tersebut merupakan
usaha dari manusia yang ‘dikonstruksi’ berkebutuhan khusus ingin menunjukkan ke
masyarakat bahwa manusia yang selama ini ‘dianggap’ berkebutuhan khusus dapat
melakukan suatu kerjasama yang saling menguntungkan layaknya manusia normal
ketika mereka menunjukkan dalam bentuk laki-laki adalah mata atau penunjuk
jalan bagi si perempuan sedangkan perempuan adalah lidah atau alat komunikasi
bagi si laki-laki. Dari keterbatasannya tersebut mereka melakukan kerjasama
untuk menutupi kekurangan yang dimilikinya dan dapat mendobrak identitas
konstruksi masyarakat yang menyebabkan mereka menjadi ekslusi dengan mereka
sebenarnya juga dapat melakukan hal yang biasa dilakukan oleh manusia normal
lainnya.
Selain itu juga mereka membuat konstruksi dan
pemaknann terhadap tubuh mereka sendiri sebagai bentuk tubuh adalah tubuh
manusia normal bukan tubuh manusia ekslusi dengan jalan mereka lakukan
pemaknaan terhadap tubuh mereka adalah tubuh normal lewat cara interaksi yang
dilakukan dengan saling melengkapi kelemahan mereka dengan cara si perempuan
dengan kelebihan yaitu dapat berbicara menuntun bagi si laki-laki yang tidak
dapat berbicara sehingga perempaun adalah lidah bagi si laki-laki, sementara
bagi laki-laki yang mempunyai kelebihan dapat melihat menjadi mata untuk
melihat dunia. Dengan cara interaksi yang saling melengkapi kelemahannya dapat
mengontruksi tubuh mereka adalah tubuh yang tidak ekslusi karena dari hasil
interaksinya tersebut dapat membentuk suatu identitas bahwa mereka adalah tubuh
normal bukan tubuh yang ekslusi karena mereka dapat melakukan hal yang
dilakukan tubuh normal.
Ismiasih
Wahyu Ulfiani/115120101111024
Kesenjangan dan
Eksklusi Sosial
Kesenjangan dan eksklusi merupakan
suatu fenomena peminggiran atau juga bisa disebut pemarjinalan pada individu
atau bahkan sekelompok orang akibat dianggap tidak normal seperti keadaan
lingkungan sekitarnya. Biasanya kesenjangan ini terjadi ketika ada hal lain
yang terlihat dari hal yang umum. Tidak hanya mencakup segi kenormalan fisik
manusia yang dapat dikatakan normal dengan dua kaki dua mata dan dua tangan
yang kesemuanya berfungsi dengan baik tetapi juga mencakup mental seseorang.
Tanpa kita sadari sebenarnya eksklusi dengan modernitas itu sama, yakni ada
standart yang ditetapkan disana sebagai tolak ukur dari kenormalan.
Dalam mengkaji masalah eksklusi ini
jika kemarin sudah membahas durkheim dan karl marx yang menyatakan seseorang
atau kelompok yang tereksklusi itu dinamakan kaum devian, maka judith butler,
mike oliver dan michael foucault memiliki kajian tersendiri mengenai eksklusi
sosial. Disini dalam mengkaji suatu eksklusi sosial Judith Butler melihat
bahwasannya gender yang melekat pada individu itu merupakan sebuah performa dan
menolak bawa gender itu takdir biologis. Performa disini merupakan suatu bentuk
untuk menunjukkan tentang suatu tubuh yang nantinya dari performa tersebut
dapat mengkonstruksi dirinya. Hal ini mungkin berkaitan tentang bahwa
sebenarnya gender itu dikonstruksi oleh si manusia itu sendiri, dan gender
disini sifatnya adalah bentukan karena yang merupakan pemberian mutlak adalah
seks. Maka eksklusi terjadi ketika secara tubuh dia adalah laki-laki tetapi
sifat dan sikapnya tidak laki-laki atau dianggap “kemayu”.
Hal itu juga berbeda dengan Mike
Oliver dimana ada deskripsi tubuh. Dimana ada anggapan bahwa tubuh dengan
bentuk yang berbeda maka itulah yang nantinya akan menjadi obyek yang dari
obyek tersebut pada akhirnya menumbuhkan dan memunculkan eksklusi dari
orang-orang yang memiliki tubuh sempurna. Sebenarnya tergantung dari bagaimana
kita memaknai tubuh tersebut. Tetapi yang terjadi adalah bahwa tubuh yang
normal dengan kelengkapan-kelengkapan yang umum maka itulah yang dianggap
normal sehingga jika kita melihat ada orang dengan jari tangan 4 maka itu sudah
dianggap aneh. Anggapan-anggapan tersebut atau pengeksklusian yang seperti itu
terjadinya karena adanya nilai atau standart dalam lingkungan dimana seseorang
tersebut tinggal. Jadi yang menentukan seseorang itu cacat dan ada istilah
cacat ya datangnya dari konstruksi lingkungan bukan dari diri kita sendiri.
Pendeskripsian tubuh ini juga
dilakukan oleh Foucault, dimana ada rezim kebenaran yang bisa menentukan
seseorang itu dianggap normal atau tidak. Juga terdapat bio politik atau
politik tubuh bahwa sebenarnya tubuh yang sehat dan normal itu sesuai dengan
rezim-rezim yang dibenarkan dalam mendeskripsikan tubuh. Ada
indikator-indikator yang dijadikan tolak ukur dari rezim kebenaran itu,
sedangkan penentu dari kebenaran itu adalah orang-orang yang ahli dalam bidang
kesehatan seperti dokter dan psikolog atau psikiatri. Hal-hal yang seperti ini
pada akhirnya memunculkan stigma.
Stigma merupakan pandangan negatif
yang diberikan pada orang lain yang dianggap aneh atau diluar kebiasaan umum. Mungkin
yang dimaksudkan oleh goffman disini ialah bahwa stigma-stigma tersebut
diberikan pada orang dengan cacat yang terlihat dan tampak. Goffman melihat ada
3 tipe stigma dimana yang distigmakan itu adalah cacat fisik, kemudian sifat
atau sikap yang dinilai oleh orang lain buruk serta stigma terhadap kesukuan.
Adanya stigma ini bisa membuat orang yang dikenai stigma menjadi rendah diri dan
mungkin hilang kepercayaan, meskipun orang yang dikenai stigma itu bisa
melakukan usaha untuk menyamai dengan yang lainnya tetap saja hal-hal yang
melekat dengan stigma orang-orang sekitarnya telah menyumbat kesempatan yang
seharusnya dimiliki oleh semua orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar