Nama : Lisa Hajjar Saptarea
NIM : 115120101111008
Response
Paper Pertama
Kesenjangan
dan Eksklusi Sosial
Konsep dasar
Pemikiran
Hegelian yang berbasis pada individu itu mempengaruhi pemikiran Adam Smith. Menurut
Adam Smith, kebebasan adalah hak dari setiap individu, tidak ada yang boleh
mengintervensi. Lain halnya pada masa Karl Marx. Pada masa Marx ini, intervensi
ekonomi itu diperbolehkan. Konsep The
greatest happiness for the greatest number - utilitarian, yaitu menindas yang
minoritas, menindas yang lemah.
Permasalahan-permasalahan
yang sering menjadi perdebatan, yang berhubungan dengan kesenjangan dan
eksklusi sosial selama ini diantaranya yaitu permasalahan ekonomi, opportunity
(kesempatan), deprevition (kerugian mengakses sumber-sumber masyarakat, contoh
sederhananya adalah masalah pendapatan), selanjutnya ada traditional value
(nilai-nilai tradisional), komunalitas, dan lain sebagainya.
Social
exclusion dibagi menjadi dua, yaitu: yang pertama, social exclusion yang pasif.
Yang dimaksud dengan social exclusion yang pasif ini adalah dimana kelompok
minoritas tidak memiliki hak untuk mengembangkan. Eksklusi sosialnya
menyebabkan mereka tidak bisa mempunyai tawaran. Dan yang kedua, social
exclusion yang aktif. Yang dimaksud dengan social exclusion yang aktif yaitu seseorang
atau sekelompok orang yang tereksklusi tersebut masih terlibat dalam masyarakat
namun masyarakat sering menganggapnya sebelah mata. Contohnya seperti: kaum perempuan,
orang-orang difabel, serta contoh lainnya.
Aspek-aspek
atau kategori yang termasuk dan ada dalam pendefinisian eksklusi sosial menurut
Amartya Sen yaitu: (1) Lost of current output, yaitu orang-orang yang tidak
dapat menghasilkan apa-apa, yang tidak bekerja dan tidak menghasilkan
pendapatan. Contohnya pengangguran. (2) Lost of skills, long term aspect, yaitu
orang-orang yang tidak memiliki keahlian khusus dalam melakukan suatu
pekerjaan. (3) Lost of freedom, hilangnya kebebasan dalam hal kepercayaan atau
keyakinan. Contohnya seperti orang-orang Syi’ah. (4) Psychological harm and
misery, yaitu orang-orang yang mengalami tekanan psikologis karena masyarakat
tidak menerima keberadaannya. Misalnya seperti: Waria, anak hasil perkosaan,
PKI dan keturunannya, dan lain-lain. (5) Health and mentall, yaitu orang-orang
yang mengidap suatu penyakit tertentu, ataupun aspek lain yang dianggap oleh
masyarakat tidak normal. Contohnya: ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), PSK serta
anaknya, orang-orang difabel, down syndrome, dan lain-lain. (6) Motivation and
future works. (7) Gender and Ras, misalnya perbedaan antara ras kulit putih dan
kulit hitam. (8) Weakening of social value, yaitu melemahnya nilai-nilai sosial
yang ada dalam suatu masyarakat. Contohnya: pembangunan perumahan di pedesaan.
Dulu ketika belum dibangun perumahan solidaritas masyarakat desa sangat erat
namun setelah adanya pembangunan perumahan, solidaritas masyarakat penguhuninya
sudah mulai lemah, tidak lagi bisa seperti dulu.
Perspektif Durkheim
Eksklusi
sosial itu dapat terjadi ketika seseorang ataupun sekelompok orang dikeluarkan
dari suatu kelompok masyarakat. Eksklusi bisa dari beberapa aspek misalnya aspek
sosial, politik, ekonomi, hukum, ham dan aspek-aspek lainnya. Eksklusi sosial ini dapat mengancam solidaritas
sosial karena terdapat kelompok dalam masyarakat yang tidak dianggap dalam
masyarakat.
Konsep patologis menurut Durkheim yaitu masyarakat
yang menyimpang, yang sedikit tidak normal dan dari patologi ini mengakibatkan
eksklusi yang juga termasuk didalamnya menyebabkan devian dan juga kejahatan.
Namun dalam melihat kejahatan, yang mana kejahatan tersebut dapat ditemukan
disetiap masyarakat, Durkheim melihatnya sebagai hal yang wajar dan normal.
Berbicara mengenai deviant atau perilaku
menyimpang, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat. Mereka yang melakukannya tersebut dianggap sebagai
deviant. Dan patologi adalah yang tidak sesuai dengan nilai norma yang ada
dalam suatu masyarakat, karena yang menilai normal dan tidaknya adalah
masyarakat itu sendiri.
Perspektif Karl Marx
Teori
Karl Marx melihat devian dengan konsep deviance
production, yaitu melibatkan semua aspek karena masyarakat secara struktural
dihasilkan, dibentuk dan dimanipulasi dalam kategori sosial yang disebut dengan
devian. Berawal dari pembagian antara infrastruktur (ekonomi) dan superstruktur
(aspek sosial, budaya, politik, dan lain-lain) yang mana dapat memunculkan
adanya dominasi serta pertentangan kelas dalam masyarakat. Populasi (masyarakat)
disini dilihat dari dua sisi, yaitu pertama berguna dan yang kedua adalah mengancam
bagi akumulasi modal.
Yang
masuk dalam kategori devian menurut Karl Marx adalah orang-orang yang tidak
mampu menyokong kapitalis, orang-orang yang tidak masuk pada struktur
kapitalis, orang-orang yang melanggengkan akumulasi modal. Dan yang menentukan
seseorang itu masuk pada ketegori devian atau tidaknya adalah The Rulling Class, yaitu para kaum
borjuis.
Kategori
devian menurut Marx dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama, social junk. Kelompok social
junk ini muncul karena kegagalan dalam menyokong kapitalis, kelompok social
junk ini tidak membahayakan. Dan yang kedua adalah social dynamite. Kelompok
ini berbeda dengan kelompok sebelumnya, kelompok ini lebih bergejolak karena mereka
adalah golongan yang lebih muda dan keberadaan mereka perlu dikontrol lewat
legal sistem.
------------------------------------------------------------------------------------------
Nama :
Lisa Hajjar Saptarea
NIM : 115120101111008
Response
Paper Kedua
Tubuh sebagai analisa
Berbicara mengenai masyarakat, menurut Emile
Durkheim masyarakat itu dinamis. Masyarakat terdiri dari beberapa individu yang
ada dalam suatu wilayah. Beralih pada hal lain, perjumpaan pertama manusia
dengan dunia adalah tubuh. Semuanya dilihat dari tubuh, misalnya seperti
kecantikan dan keburukan seseorang, hitam atau putihnya tubuh seseorang, gemuk atau
kurusnya seseorang, tinggi atau pendeknya seseorang dan lain sebagainya.
Seseorang mengkonstruksi orang lain itu melalui tubuh. Tubuh itu menjadi
wilayah yang sangat penting bagi manusia untuk bertemu dengan dunia.
Tubuh sebagai analisa menurut beberapa tokoh:
Pertama menurut Judit Butler, tubuh itu adalah bagaimana individu memaknai
dirinya/tubuhnya sendiri, bagaimana individu itu memperformakan dirinya
sendiri. Juga bagaimana individu itu menjadikan identitasnya. Sesuatu itu harus
merefer pada tubuhnya. Dan perbedaanya dengan feminis, kalau feminis itu yang
menentukan bentuk tubuh seseorang adalah masyarakat.
Kedua, menurut Mike Oliver, tubuh yang berbeda itu
seringkali menjadi objek. Yang menentukan tubuh seseorang adalah lingkungan
sekitar. Kelompok-kelompok tubuh yang berbeda selalu menjadi perhatian
tersendiri, misalnya seperti orang difabel selalu menjadi perhatian, mereka
dianggap berbeda karena tidak memiliki tubuh normal seperti yang dimiliki oleh
orang normal lainnya. Kata cacat itu sebenarnya tidak ada, orang-orang yang
normallah yang membuat istilah cacat itu karena orang-orang normal sering
menganggap orang yang berbeda itu aneh dan dari sinilah dapat memunculkan
diskriminasi.
Yang yang ketiga, Foucault melihat adanya regime of
truth atau sering kita sebut dengan regime kebenaran, sebagai contoh waria,
waria itu dieksklusikan karena dianggap aneh karena yang ada dalam main frame
masyarakat itu jenis kelamin hanya ada 2 yakni laki-laki dan perempuan, contoh
lain adalah difabel, difabel juga dieksklusikan karena main frame masyarakat orang
itu yang ada hanya orang normal, yang tidak cacat. Sedangkan konsep govermentality,
yaitu bagaimana tubuh-tubuh itu dibentuk sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
pihak yang memiliki kepentingan. Contohnya, orang pintar harus masuk sekolah yang
favorit, sedangkan orang cacat hanya boleh bersekolah di SLB (Sekolah Luar
Biasa). Manusia itu ditata sedemikian rupa, dikotak-kotakkan sesuai dengan
tubuh yang dimilikinya.
Stigma dan identitas sosial Erving
Goffman
Identitas sosial (social identity) itu bentukan dari
masyarakat, contoh: seseorang yang sering minum alkohol, diberikan identitas
oleh masyarakat sekitarnya sebagai seorang alkoholis. Goffman membedakan
identitas sosial menjadi 2, yaitu: pertama, virtual social identity, adalah
asumsi yang dihubungkan dengan realitas yang belum pasti. Dan yang kedua,
actual social identity yaitu kategori yang realitasnya sudah pasti dan terbukti.
Kesenjangan antara virtual social identity dan actual social identity ini dapat
memunculkan stigma (tanda atau yang mengarah pada pandangan negatif).
Stigma merupakan tanda, pandangan atau ciri negatif
pada seseorang atau sekelompok orang karena mereka dianggap berbeda dengan
masyarakat normal lainnya. Stigma diberikan oleh masyarakat pada seseorang atau
sekelompok orang tertentu. Misalnya seperti ODHA (orang dengan HIV/AIDS), yang
sering dikaitkan dengan free sex.
Beberapa tipe stigma yang ada di masyarakat:
pertama, stigma pada penderita cacat fisik. Stigma ini diberikan pada
orang-orang yang tidak memiliki tubuh yang normal seperti yang dimiliki oleh
masyarakat normal yang lainnya. Sebagai contoh, orang-orang yang buta warna
tidak diperbolehkan masuk kuliah dibeberapa jurusan tertentu. Yang kedua,
stigma pada karakter seseorang yang buruk. Contohnya seorang alkoholis, homoseksual,
orang yang melakukan korupsi, dan lain sebagainya. Dan yang ketiga, stigma
kesukuan, agama dan beberapa aspek lain yang serupa. Contohnya stigma bahwa orang
cina itu pelit, orang madura itu keras, dan lain-lain.
Menurut Goffman, stigma itu adalah sebagai relasi
bahasa, stigma bisa memunculkan inferioritas, juga dapat menyalahkan apa yang
melekat pada diri seseorang atas ketidaksempurnaan yang dimilikinya, yang juga dapat
memunculkan diskriminasi.
----------------------------------------------------------------------------------------
Nama : Lisa Hajjar Saptarea
NIM : A-6 / 115120101111008
Analisis Film “Bermula Dari A”
Selama ini, orang-orang sering menganggap bahwa
orang-orang yang memiliki kekurangan, orang-orang yang berbeda adalah
orang-orang yang tidak normal. Orang-orang tersebut masuk dalam kategori orang
yang tereksklusi. Eksklusi adalah ketika seseorang atau sekelompok orang
dikeluarkan dari suatu kelompok masyarakat. Mengenai analisa tubuh, perjumpaan
pertama manusia dengan dunia adalah melalui tubuh. Semua dilihat dari tubuh,
misalnya kecantikan dan keburukan seseorang. Analisa tubuh seperti yang
dipaparkan oleh Mike Oliver, dalam film pendek Bermula Dari A ini, saya
melihatnya bahwa tubuh yang berbeda itu menjadi sebuah objek. Yang menentukan
tubuh adalah lingkungan. Kelompok-kelompok tubuh yang berbeda selalu menjadi
perhatian tersendiri. Digambarkan dalam film tersebut adalah sepasang difabel,
yang laki-laki tuna wicara dan tuna rungu, sedangkan yang perempuan tuna netra.
Mereka berdua saling melengkapi. Dan dalam film ini, yang menentukan normal
atau tidaknya sang laki-laki adalah ibu si perempuan, karena ibunya
menginginkan anaknya mendapatkan seorang yang bisa mengimaminya ketika sholat
berjamaah.
Namun sebenarnya semua manusia itu normal, terlihat
dalam film ini bahwa sang laki-laki berusaha membantu sang perempuan dengan
cara mengantarkan ke optik untuk memperbaiki kacamatanya yang patah, laki-laki
itu juga berusaha untuk melindungi teman perempuannya. Hal baik yang sama juga dilakukan
oleh pemain perempuan yaitu berusaha untuk mengajari sang laki-laki untuk
mengeja dan bermula dari huruf “A” karena yang terjadi di film tersebut
diperlihatkan bahwa selama ini yang menjadi imam ketika mereka sholat berjamaah
adalah sang perempuan, sang laki-laki ingin belajar dan berusaha untuk bisa
mengucapkan “Allahuakbar” dan akhirnya berhasil. Semua manusia itu normal,
terbukti pada usaha-usaha yang dilakukan dalam film tersebut. Menurut saya film
ini juga berhasil mengubah mainset masyarakat tentang difabel serta melupakan
anggapannya bahwa orang-orang difabel itu tidak normal, diperlihatkan bahwa
orang difabel juga punya semangat untuk berusaha menjalankan kehidupannya.
Tidak ada manusia yang bisa dan mau dikatakan cacat. Karena kata cacat itu
sebenarnya tidak ada, yang membuat istilah ini adalah orang-orang yang normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar