Nama
Kelompok 4:
1. Putra
Igeng Apriono 115120100111004
2. Ranni
Syndita Kusuma 115120100111031
3. Lisa
Hajjar Saptarea 115120101111008
4. Ismiasih
Wahyu Ulfiani 115120101111024
5. Dyan
Oktavianti 115120101111028
6. Jironah
Rosyidah 115120107111014
7. Andina
Dwi Wulandari 115120107111038
Pengemis
Foto
ini diambil di pertokoan di daerah Sigura-gura. Dari foto diatas, terlihat
bahwa ada seorang pengemis yang sedang berjalan di pertokoan untuk meminta
belas kasihan dari para pengunjung yang ada di pertokoan tersebut. Dengan status
sebagai kota besar, Malang menjadi salah satu magnet terbesar bagi para pencari
kerja terutama kedatangan para pengemis yang semakin hari semakin banyak, cara
yang digunakan mereka juga bermacam-macam dalam menarik simpati orang yang ada
disekitarnya mulai dari mendatangi rumah ke rumah sampai dengan berkeliharan di
pusat kota. Namun yang tampak pada foto diatas, pengemis tersebut tidak
dihiraukan keberadaannya oleh yang lainnya.
Pada kenyataannya di Kota Malang banyak sekali pengemis yang sering kita jumpai, terutama di wilayah kampus. Kecurigaan saya, mereka sengaja melakukan hal tersebut dengan rasa nyaman, sehingga membentuk struktur mental sebagai peminta-minta. Lalu bagaimana peran Dinas Sosial Kota Malang sejauh ini?
BalasHapusjadi inget kata bang napi, "adanya kejahatan karna adanya kesempatan, waspadalah waspadalah". sama halnya dengan pengemis disekitar area kampus. seseorang menjadi pengemis karna adanya kesempatan dan peluang. karna disekitar area kampus banyak anak kos yang berlalu lalang membawa uang. jadi ketika anak kos menemui pengemis sebagian besar merelakan uangnya untuk diberikan ke pengemis. berharap imbalan "barokah" karna hidup di perantauan.
BalasHapustidakkah ketika yang menjadi sasaran para pengemis ini adalah para mahasiswa., berarti kita dapat juga mengartikan bahwa selama ini mahasiswa dilihat sebagai objek yang sangat pas untuk mereka..., trus sebenarnya yang tereksklusi pengemisnya atau mahasiswanya..?
HapusSepengetahuan saya (data diperoleh ketika penelitian metode riset terapan) sebenarnya dinas kota malang sudah melakukan penjaringan bekerja sama dengan satpol pp dan kepolisian. dilakukan penjaringan yang dilakukan oleh DINSOS berupaya untuk mengurangi tingkat masalah kesenjangan sosial. dalam prosesnya setelah penjaringan mereka dikumpulkan dalam satu tempat dan kemudian dilakukan pendataan, nah dari situ baru dinsos melaksanakan tugasnya sebagai alat untuk memberikan sosialisasi dan penyadaran. menurut pemaparan bu hesti yang merupakan salah satu anggota DINSOS yang menjabat sebagai penindak sosial disinilah tim sangat mengupayakan hal itu melalui 3 program
BalasHapus“ada, ini ada 3 bidang mas.. yang pertama bidang rehabilitas sosial yang menangani anak jalanan, tuna susila, kemudian wts, lamsia terlantar, cacat netra berat, tuna rungu, kemudia ada pemberdayaan sosial menangani tentang penyuluhan sosial, sosialisasi, pemberdayaan sosial, agen ketiga yaitu bantuan perlindungan sosial, dengan kita razia terus kita masukkan ke panti asuhan, kemudian karangtaruna”
Ada tiga bidang dalam tim bentukan dari DINSOS yaitu PMKS yang menangani para penyandang keejahteraan sosial. Ketiga bidang tersebut yaitu bidang rehabilitasi sosial, bidang pemberdayaan sosial dan bidang bantuan dan perlindungan sosial. Bekerja sama dengan pemerintah setiap satu orang diberikan bantuan sebesar 1,5 juta sebagai modal usaha ketika mereka akan mencoba untuk membuka usaha atau suatu hal yang sesuai dengan kemampuan dan potensi yang ia miliki masing-masing. Ketika hal tersebut sudah dijalankan sebenarnya ada satu kendala bagaimana mengubah pola fikir mereka untuk berubah menjadi lebih baik lagi? Karena semua itu butuh proses.
saya rasa mereka mengemis karena mereka merasa nyaman karena mereka tidak terikat oleh pekerjaan (seperti karyawan atau buruh) dan tidak perlu memikirkan untung rugi (seperti pengusaha), mereka melakukanya dengan sesuka hati. penghasilan mereka pun cukup memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
BalasHapusamat disayangkan juga karena upaya2 yg dilakukan Dinsos itu masih belum dapat perhatian penuh, karena msh adanya pengemis2 yg bandel yang tetep kekeuh mau mengemis padahal sebelumnya udh pernah dikasih sosialisasi dengan alasan 'untuk makan hari ini'
BalasHapusSaya perna mewawancarai salah seorang pengemis yang berkeliaran di sekitar UB, UIN, dan di perempatan ITN jalan Veteran. salah satu dari penuturan mereka, bahwa mengemis itu lebih menjanjikan dan flexibel di bandingkan bekerja di toko. pengemis dapat menentukan waktu mengemis mulai dari jam 8 pagi dan 1 siang sesuai dengan keinginan mereka. selain itu banyak istirahatnya. hasil dari mengemis juga lumayan paling sedikit pendapatan yang mereka peroleh 50 rb dan paling banyak 100 rb tergantung keberuntungan. pendapatan terbesar yakni ketika hari jum'at dan Ramadhan. ini menunjukkan bahwa pengemis esensinya sekarang bukan lagi orang susah atau tidak mampu secara finansial. Pengemis sekarang sudah menjadikan mengemis itu sebagai profesi. uang dari mengemis juga tidak lagi untuk makan tetapi untuk membeli kebutuhan yang lain. Bahkan pengemis ada yang lebih kaya daripada orang yang memberi. terkadang pakaian mereka sehari-hari juga bagus-bagus, Namun ketika mengemis saja mereka memakai pakaian kumal, lusuh untuk menarik keibaan seseorang. Pengemis memanfaatkan keibaan seseorang dengan menggunakan wacana dominan demi memperoleh keuntungan bagi mereka.
BalasHapusmaka dari itu janganlah nilai buku dari covernya tapi dari harganya eh,,, isinya haahahahaha
Hapusjikalau pada dasarnya mereka melanggengkan profesi ini padahal DINSOS sudah melakukan tugasnya, berarti bukan salah dinas sosial akan tetapi kembali lagi merubah pola fikir itu menjadi masalah yang harus dicarikan solusinya? ...........
BalasHapustelaah saya yang kemudian menurut saya akan menjadi sangat pas dalam konteks foto ini adalah dengan analisis Amartya Sen. Pada konteks pemikiran Sen yang kemudian berhulu pada pemikiran Marx, Sen dapat dikategorikan sebagai Neo-Marxian. Saya akan mengawalinya dari Marx, Marx adalah seseorang yang kemudian begitu humanis pada saat mudanya. Namun seiring perkembangan hidupnya, Marx sadar kemudian ada sesuatu yang kemudian sangat mempengaruhi kehidupan pada masyarakatnya dulu, yaitu ekonomi. Bagaimana kemudian Marx muda yang seorang humanis (bersandar pada self), pada saat tuanya Marx menjadi sosok yang pengetahuannya sangat deteminisme ekonomi. bagaimana kehidupan-kehidupan individu maupun masyarakatnya begitu ditentukan oleh ekonomi, kepemilikan modal, alat produksi dll. itulah mengapa kemudian Sen sebagai Neo-Marxian karena pemikirannya bersandar pada Marx identifikasi masalah akan kesenjangan yang ada di masyarakat begitu ekonomis. konsep yang kemudian muncul dari pemikiran Sen adalah mereka yang kemudian terdampak di foto itu ter-Deprivation (deprivasi). Deprivasi kemudian adalah bagaimana para pengemis atau entitas lain yang disebutkan sebagai yang berbeda (others) tidak umum akan terpotong dan kehilangan atas aksesnya sumber-sumber kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks itu bagaimana seorang pengemis akan terdeprivasi dalam bidang kesehatan, pendidikan baik untuk dirinya maupun anak-anaknya. lalu bagaimana kemudian mereka yang dianggap "berbeda" seperti pengemis itu dapat keluar dari belenggu tersebut? Inilah yang kemudian menjadi mekanisme sendiri oleh kapitalis dalam melanggengkan posisinya.
BalasHapuskalau menurut saya melihat fenomena pengemis yang diungkapkan Bung Solehhuddin kalau pada dasarnya mereka (pengemis) melanggengkan profesi ini karena memang pengemis disini merasa tidak memiliki keahlian lain untuk bekerja selain menjadi pengemis.. pengemis seperti dengan stigma masyarakat bahwa pengemis itu gembel, miskin, kotor, acak-acakan membuat pengemis itu sendiri menjadi kehilangan akses di masyarakat khususnya akses terhadap pelayanan publik.. pengemis oleh Marx dianggap sebagai kelompok-kelompok yang mengambat kaum kapitalis dalam memperoleh keuntungan materi. sehingga anggapan -anggapan ini yang membuat pengemis pada dasarnya justru melanggengkan pekerjaannya sendiri ...
BalasHapusbagaimana jika orang yang termasuk mampu dalam hal ekonomi berpura-pura menjadi pengemis, apakah mereka digolongkan termasuk orang yang terekslusi??
BalasHapus(Ramdani)
mengomentari Ramdani @ menurut saya Iya, karena masyarakat telah memberi stigma yang jelek terhadap pengemis. tidak melihat dia sebenarnya sudah mampu dalam hal ekonomi, tapi yang dilihat oleh masyarakat yaitu pekerjaannya sebagai pengemis.
Hapuskalau menurut saya tidak. mengacu kepada pengertian Pierson bahwa eksklusi sosial adalah proses atau kondisi dimana seseorang menjadi terhalangi untuk turut berperan dan menikmati layanan publik. jika pengemis seperti yang dicontohkan ramdani memiliki cukup ekonomi maka dia juga masih bisa menikmati bahkan membeli layanan publik dan menjalankan kehidupannya secara normal, terlebih jika dia hanya berpura-pura miskin.
Hapusseperti yang dikatakan oleh wina, benar adanya jika saat ini mengemis itu sudah menjadi sebuah profesi. banyak dari para pengemis yang hanya berpura-pura mengemis padahal sebenarnya mereka sudah bisa memenuhi kebutuhannya, mungkin salah satu alasan yang sudah menjadi alasan jitu adalah karena dengan menjadi pengemis itu lebih enak karena tidak ada ikatan seperti yang dikatakan oleh ikhlasol amal sehingga mereka sudah merasakan kenyamanan tersendiri ketika mereka menjadi seorang pengemis.
BalasHapusdalam konteks ini, saya pernah melakukan wawancara dengan pengemis yang ada di lampu merah sigura-gura. Dalam pemaparannya mengenai hubungan profesi pengemis dengan ekslusi sosial, ia memaparkan bahwa pada intinya mereka tidak merasa terekslusi, bahkan dengan keadaannya yang demikian ia bersyukur karena masyarakat disekeliling rumah kontrakannya banyak yang mengasihi makanan maupun sumbangan dalam bentuk yang lain. untuk penghasilannya sendiri ia mengaku perharinya mendapat kurang lebih 20-35 ribu rupiah perhari. berdasarkan contoh di atas saya punya pertanyaan sebenarnya stigma masyarakat mengenai pengemis yang perlu di rubah atau profesi mereka yg harus dirubah?
BalasHapuskarena jika dilihat dari prespektif marxis, sebenarnya yang memberi lebel bahwa pengemis termasuk dalam golongan yg terekslusi karena profesi mereka berada diluar lingkaran kapitalis sehingga tidak memberikan sumbangsi kmateri bagi kapitalis.