Respon 1
NAMA:
SOLEHHUDDIN
NIM:
115120107111043
RESPON PAPER KESENJANGAN DAN EKLUSI SOSIAL
Masyarakat
modern yang serba kompleks akibat dari adanya tekhnologi yang didukung oleh
perkembangan zaman, dari adanya pola demikian itu selain memunculkan sisi
positif juga memunculkan sisi negative juga seperti kriminalitas dan
masalah-masalah social lainnya. Oleh karena itu dengan adanya factor-faktor
diatas, maka diperlukan sebuah alternative mendalam yakni sebuah konsep
adaptasi atau penyesuaian diri terhadap sekitarnya (tinggal). Melihat
masyarakat saat ini yang heterogen dan hiperkompleks mulai dari segi kehidupan,
gaya dan profesi menjadi sangat sulit untuk menghadirkan suatu pola adaptasi,
sehingga menimbulkan konflik dan ekslusi social bagi kelompok maupun individu yang
secara garis besar tidak dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Sehingga
mereka melakukan suatu tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma
social.
Adapun kali ini saya
akan membahas mengenai kesenjangan dan ekslusi social dari perspektif amartyasen,
durkhaim dan weber. Amartyasen salah satu tokoh developmentalis kemiskinan dari
india yang juga menyinggung dan membahas tentang ekslusi social. Menurutnya
ekslusi social adalah orang-orang yang terpinggirkan dikarenakan hal-hal
sebagai berikut:
1. Kemiskinan
yang dilihat dari keterbatasan penghasilan yang sejak dahulu dikaitkan dengan
kehilangan akses social atau jaringan.
2. Opportunity:
dikaitkan dengan orang-orang yang tidak dapat berada dilingkungan yang lebih
baik ,baik itu dalam pekerjaannya maupun tempat tinggalnya
3. Deprevtion
(kerugian) dikaitkan dalam hal profesi yang mengalami kegagalan dan
kebangkrutan dalam berbisnis.
4. Ekonomi:
dilihat mulai dari skill, pekerjaan dan penghasilan seseorang .dilihat
intensitas besar kecilnya.
5. Psychological
harm and misery: ini ditunjukkan pada orang-orang yang yang mengalami cacat
jasmani.
6. Lost
offreedom: hilangnya suatu kebebasan individu dan kelompok dalam lingkungannya.
7. Lost
ofcurrent out put: tidak bekerja (pengangguran).
Dari hal-hal tersebut
ini merupakan sesuatu penjustifikasi terhadap orang-orang yang memiliki
kriteria tersebut, sehingga perbedaan pengkategorian tereklusi dan tidak dapat
ditinjau dari hal-hal diatas. Padahal setiap orang tidak mengiginkan dirinya
tereklusi dari system maupun struktur, dan orang yang bisanya oleh masyarakat
dikatakan tereklusi mereka akan berjuang dengan keras menunjukkan bahwa mereka
juga memiliki potensi yang lebih. Akan tatapi ketika mereka sudah dapat
membuktikannya justru dianggap hanya biasa tidak ada penunjukkan penghargaan
terhadap apa yang telah ia capai.
Ekslusi sosial
dalam pengerahannya adalah sekelompok orang yang dimarjinalisasi dan
dikeluarkan dalam social mereka yang tereklusi dalam kehidupannya terputus dari
layanan, jaringan dan peluang berkembang yagn seharusnya dinikmati oleh
masyarakat umum. Rata-rata orang yang terklusi merasa bahwa dirinya adalah
suatu hal ayng tidak sempurna alias sampah. Pemerintah banyak memiliki solusi
untuk mengurangi tingkat prang-orang yang tereklusi salah satunya didirikan
lembaga permberdayaan yang difungsikan untuk membimbing dan sekaligus
mengembangkan potensi-potensi yang merka miliki, sehingga mereka tidak merasa
tereklusi, karena teralihkan dengan kesibukan tersebut walupun mereka tetap
dalam golongan orang yang tereklusi.
Kesenjangan dan eklusi social
dilihat melalui persepektif durkhaim”:Menurut durkahim “eklusi sosial suatu hal
yang dijustifikasi pada orang-orang yang keluar dari nilai dan norma yabg sudah
ditetapkan pada lingkunganya itu. Eklusi sosial sendiri dalam realitas
lingkunga sekitarnya dapat mempengaruhi solidaritas sosial mengapa demiakan,
karena tidak semua kelompok atau individu yang hidup dalam kalangan masyarakat
dapat diterima secara sosial, mestinya ada segeintir orang yang dianggap aneh.
Orang-orang yang tereklusi ini merasa anomie dari kehidupan dilingkungannya sendiri sehingga menimbulkan masalah social.
Durkhaim membagi masyarakat menjadi 2 klasifikasi yakni normal dan patalogi.
Normal sendiri yakni sutau keadaan yang berjalan literature dalam masyarakat
yagn sesuai kebiasaan tentunya tidak keluar dari nilai dan norma. Sedangkan
patologi suatu keadaan yang menyimbang atau tidak sesuai ditemukan tidak wajar
dan keluar dari nilai dan norma yan berlaku diliingkungan masyarakat itu.
Sebuah kejahatan adalah hal yang sering di temukan dimasyarakat seperti
pencopet perampok dan lain-lain. Sedangkan deviasi (penyimpangan) suatu hal yang
tidak sesuia dimasyarakat akan mendapat sanksi sosial (hinaan, diusir, dan
dikucilkan)seperti gay, waria , psk. Jadi dapat diambil secara garis besar
bahwa eklusi sosial itu melekat pada diri seseorang jikalau tidak sesuai dengan
dengan nilai dan norma yang berlaku saat itu.
Dilihat dari
perspektif marxis melihat tentang devians (penyimpangan). Devians sendiri
didefininisikan bahwa tingkah laku yang menyimpang dari rakyat atau populasi
dan fenomena ini sifatnya episodic dan sementara. Marx melihat devians dan
control social dari deviance productions yang dimana pada tataran ini ada
sebuah pengkategorian yang diambil dari tesisnya mengenai pengaruh materialism
terhadap seluruh tataran kehidupan dalam kehidupan sehari-hari. Infrastruktur
(ekonomi) dan superstruktur (politik, budaya, agama pendidikan) dll. Pada saat
ini telah terbukti dari seluruh lembaga yang dipengaruhi oleh struktur materi,
walaupun pengaruhnya tidak terlihat secara langsung akan tetapi melalui
perantara kerja sama. Dari sini peran dari infrastruktur dan superstruktur
dalam membangun sebuah aliansi kerja sangat didominasi oleh infrastruktur
(materi). Contoh konkritnya kita kuliah, ranahnya jelas lembaga pendidikan dan
kita kuliah juga perlu adanya uang sekaligus tujuan kuliah kita setelah lulus
di arahkan ke dunia kerja sekaligus mendapatkan upah. Coba saya uraikan alat
control untuk mengkontruksi kita yakni lembaga pendidikan gunanya untuk
mengontrol ketika kita sudah berada diranah kerja bahasa kasarnya devians
dengan tindakan demo. Marx membagi jenis populasi devians menjadi 2 yakni:
- Social junk (sampah) merupakan golongan yang mengalami kegagalan dalam melakukan perannya untuk mengontrol kapitalis. Populasi macam ini pengontrolannya melalui agen-agen terapi contoh: orang gila agar tidak melakukan tindakan menyimpang maka mereka dikelompokkan dan diasingkan pada suatu tempat yang menjadi alat kontrolnya yakni RSJ. Hal ini dilakukan oleh kaum borjuis untuk melanggengkan peranannya sebagai the rulling class.
- Social dynamite merupakan golongan muda atau golongan yang produktif bekerja yang memiliki tingkat agresif tinggi menurut kaum borjuis ini dapat mengaggu kestabilan perannya dan mereka mengontrolnya melalui legal system seperti adanya serikat buruh. Hal ini gunakan untuk meminimalisir tindakan buruh yang menyimpang.
Jadi dapat
dikatakan bahwa setiap masalah yang berkenaan dengan penyimpangan dapat diredam
oleh para golongan borjuis melalui berbagai lembaga-lembaga social.
Infrastruktur menjadi suatu struktur yang mendominasi segala keputusan untuk
penentuan segala kebijakan karena dikaitkan dengan materialism. Indicator
devians menurut marx yakni orang yang tidak mampu menyokong adanya kapitalis
dan orang yang tidak mampu beradaptasi terhadap adanya kapitalis.
Respon 2
NAMA : SOLEHHUDDIN
NIM: 115120107111043
Review Stigma dan
Identitas menurut “Erving Goffman”
Erving gofman
merupakan salah satu tokoh ilmuan social yang terkenal. Perspektif Dramaturgi merupakan salah satu perspektif
yang sangat erat dengan peran. Erving Goffman memperkenalkan Dramaturgi pertama
kali dalam kajian social psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The
Presentation Of Self In Everyday Life. Mengingat asumsi dasar dari perspektif
dramaturgi yakni interaksi merupakan pertunjukkan drama, interaksi bertujuan
menjaga identitas yang diakui secara social, realitas dibentuk oleh individu
melalui proses interaksi social dan juga perbedaan back stage dan front stage.
Ini semua merupakan asumsi dasar yang berkaitan dengan pola interaksi lebih
tepatnya sosiologi komunikasi.
Pada paper ini
yang menjadi inti bahasan pokok mengenai “stigma dan identitas social menurut
pandangan erving gofman. Identitas social merupakan sesuatu yang hadir pada
masyarakat yang berwujud kategori dan dan atribut yang melekat pada individu
masing-masing. Ada 2 macam kategori identitas yakni 1. Virtual social identity
yakni merupakan suatu asumsi yang muncul sekaligus menghubungkan realitas yang
belum terbentuk sepenuhnya. Karakter yang seperti ini cenderung lebih
menjalankan dengan wujud stigma negative. 2. Actual social identity suatu
keadaan yang tergolong kategori yang realitasnya terbukti keadaannya.
Munculnya
identitas juga menyebabkan muncul tanda dan pandangan yang umumnya kita kenal
dengan stigma. Stigma dapat terbentuk ketika kedua hal diatas ini menjadi objek
sekaligus tolak ukur untuk membedakan kategori identitas-identitas lain.
Pengertian stigma sendiri yakni merupakan suatu tanda atau ciri negative pada
seseorang yang sedang ia perankan selain stigma ada juga stigmatisasi yakni
suatu sikap yang merendahkan seseorang terkait dengan atribut yang melekat pada
diri setiap orang dengan argument dan pandangan buruk. Stigma ini dapat muncul
ketika ada kategorisasi tertentu seperti stigma cacat pada fisik tubuh, stigma
karakter individu yang buruk dan stigma gagasan seperti ras.
Menurut gofman
stigma merupakan suatu relasi Bahasa .wacana stigma ini menimbulkan sisi
negative yang dapat memunculkan inferioritas ( sikap rendah diri) yang itu dari
atribut yang dimiliki oleh orang lain. Inti dari suatu stigma yaitu suatu yang
menjadikan seseorang itu menjadi tereklusi dari lingkungannya dan minder dengan
keadaan dirinya sendiri. Misalnya saja ketika ada orang cacat (fisik) anggapan
orang terhadap dirinya akan negative dikarenakan kondisi fisiknya yang tidk
normal, menurutnya tidak sama dengan dirinya. Ini semua menunjukkan bahwa ada
suatu kuasa pewacanaan yang dilakukan oleh orang normal terhadap dia, bahwa
selama hal itu tidak sama dengan keadaan orang normal maka dianggap sebagai patologi
social. Sehingga orang yang dikucilkan seperti ini menyusun suatu pertahanan
dengan tujuan untuk mepertahankan keadaan dirinya dari orang lain dengan cara
meminimalisir interaksi dan juga mencoba melakukan hal-hal yang sama dengan kenormalan
agar tidak diremehkan lagi. Menunjukkan betapa kuatnya stigma, sampai akhirnya
membuat orang itu tidak menerima keadaan dirinya. Stigma tidak akan pernah
hilang dari diri seseorang karena stigma mengikuti alur dalam kehidupan kita.
Setiap individu
pastinya memiliki kekurangan dalam dirinya baik itu jasmani maupun rohani,
karena kesempurnaan itu hanya milik sang pencipta tuhan alam semesta ini. Orang
yang dianggap aneh (tidak sama dengan yang lain atau cacat) rata-rata memiliki
suatu kehidupan yang tertekan dimanapun ia berada.selain stigma ada lagi konsep
labelling yang juga menjadi factor tertentu terbentuknya eklusi social.
Labelling ini muncul dari pendefinisian orang lain terhadap orang lain yang
dianggap berbeda. Label ini tidak jauh berbeda dengan konsep stigma, keduanya
sama-sama menganggap orang lain yang aneh itu rendah dan patologi social. Label
ini muncul bersamaan dengan asumsi dari orang yang memiliki tingkat kuasa dan
otoritas dalam tatanan struktur dalam masyarakat. Fakta ini paling banyak kita
jumpai pada ranah hokum dibantu dengan pewacanaan dari media social untuk
perealisasiannya.
Contohnya
“mencuri” merupakan tindakan yang keluar dari tatanan nilai dan norma dalam
masyarakat, sehingga ada konsekuensinya ketika ada orang yang melakukan hal
tersebut. Ketika seseorang melakukan
tindakan mencuri secara tidak langsung orang lain menganggap identitas dirinya
adalah sebagai pencuri ini muncul karena stigma dan sekaligus hal tersebut
diberi label pada orang tersebut. Oleh ranah hokum tindakan tersebut merupakan
kriminalitas yang patut diberi sanksi. Dapat dilihat label itu muncul dari
aparat penegak hokum baik itu polisi ataupun hakim kepada dirinya , sehingga
hal iti dianggap suatu kebenaran dan terkontruksi pada dirinya ,bahwa ia
seorang kriminalitas yang harus berbuat hal-hal tersebut. Inilah proses
pengeklusian seseorang dengan tahap individu-tindakan-stigma-
labelling.seandainya masa hukumannya dari seseorang criminal telah usai
masyarakat menyebutnya dengan “mantan kriminalitas” hal ini sama saja dengan
merendahkan lagi.
Respon 3
NAMA : SOLEHHUDDIN
NIM
:115120107111043
Review film “berawal
dari A”
Tubuh merupakan
salah satu karunia yang dianugerahkan oleh sang pencipta dengan berbagai
keadaan, mulai dari keadaan yang normal dan yang tidak normal itu semua
diberikan untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Pada dasarnya keadaan fisik
yang tidak normal (cacat) biasanya oleh orang dianggap berbeda dari yang lain,
sehingga dijadikan objek dalam segala hal. Orang-orang tidak normal tidak hanya
diartikan yang cacat fisik akan tetapi orang waria, gay dan hyper sex juga
dikatakan demikian pula menurut butler.
Dalam film ini
ada 2 orang yang memiliki kecacatan pada tubuhnya (dirinya) si wanita buta dan
laki-laki yang pelat. dilihat dari perspektif butler tentang performa dengan
melihat pola kehidupan dan tingkah lakunya dalam menjalani kehidupan
sehari-harinya dianggap sebagai hal yang konstitutif. Didasarkan pada hal itu
dapat dikatakan bahwa gender dan seks hadir ketika performa itu dimunculkan
oleh orang yang cacat. Sebagai orang normal, mereka akan menjustifikasi bahwa
keadaan fisik seseorang menunjukkan titik kelemahan dan symbol untuk membedakan
ini tidak lepas dari dominasi kuasa atas pemaknaan terhadap tubuh seseorang.
Lihat saja
ketika terjadi suatu interaksi social Antara orang yang normal dan cacat,
pastinya kita tau sendiri bagaimana respond atau tanggapan dari masing-masing
orang terhadap tubuh kita. Orang cacat sendiri dalam memaknai segala hal yang
ia lakukan merupakan hal yang biasa, karena dari kebiasaan itu mereka berasumsi
bahwa dirinya itu normal. Melalui media orang-orang yang menurut mereka tidak
sesuai dengan kenormalitasan dalam artian “fisik tubuh” maka akan dijadikan
objek untuk dijadikan materialism melalui film-film berdurasi pendek yang
menggambarkan keadaan pola kehidupannya yang menurutnya unik, aneh dan luar
biasa. Bentuk apresiasi untuk mereka. Factor lain menurut mike oliver seseorang dikatakan diffable, ketika pada
system lingkungannya tidak mendukung atau memberi sarana yang layak kepadanya.
Hal ini juga menjadi masalah juga, karena oleh orang normal dipandang sebelah
mata. Tidak semua orang normal itui dapat melangsungkan pola hidup yang baik
justru sebaliknya karena didorong rasa semangat yang tinggi para diffable dapat
melangsungkan pola hidupnya dengan baik, dengan cara memanfaatkan keadaan yang
seperti itu.
Judit butler
sendiri dalam konsepnya mengharuskan kita untuk melupakan pengalaman (habitus)
dari setiap individu. Jadi intinya mencoba menjalani pola hidup sesuai dengan
keadaan dan kemampuan masing-masing. Tidak harus melihat keadaan fisiknya saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar