Kesenjangan dan Eksklusi Sosial
Jironah
Rosyidah / 115120107111014
respon paper 1.
Dalam mempelajari kesenjangan dan eksklusi sosial terdapat banyak tokoh yang berbicara dan menjelaskan tentang kesenjangan eksklusi sosial, seperti Amartya sen, Durkheim dan Marx. Amartya sen, mencoba merumuskan tentang sebuah pembangunan dan kebebasan dalam masyarakat. Dimana setiap individu memiliki sebuah kebebasan untuk mengembangkan kemampuan yang dia miliki termasuk dalam bidang ekonomi salah satunya. Namun yang saya lihat pada realitanya orang yang bisa mengembangkan kemampuan terutama pada orang yang memilki modal banyak dia bisa mengembangkan usaha atau kemampuannya sedangkan orang yang tidak memilki modal lebih dia tidak bisa mengembangkan kemampuan karena tidak memilki sebuah modal, untuk meminjam uangpun pada bank dia tidak bisa karena tidak memilki sebuah jaminan yang diguanakan. padahal pengertian adil merupakan setiap orang mempunyai sebuah kesempatan dan hak yang sama untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Dalam mempelajari kesenjangan dan eksklusi sosial terdapat banyak tokoh yang berbicara dan menjelaskan tentang kesenjangan eksklusi sosial, seperti Amartya sen, Durkheim dan Marx. Amartya sen, mencoba merumuskan tentang sebuah pembangunan dan kebebasan dalam masyarakat. Dimana setiap individu memiliki sebuah kebebasan untuk mengembangkan kemampuan yang dia miliki termasuk dalam bidang ekonomi salah satunya. Namun yang saya lihat pada realitanya orang yang bisa mengembangkan kemampuan terutama pada orang yang memilki modal banyak dia bisa mengembangkan usaha atau kemampuannya sedangkan orang yang tidak memilki modal lebih dia tidak bisa mengembangkan kemampuan karena tidak memilki sebuah modal, untuk meminjam uangpun pada bank dia tidak bisa karena tidak memilki sebuah jaminan yang diguanakan. padahal pengertian adil merupakan setiap orang mempunyai sebuah kesempatan dan hak yang sama untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Amartya sen, mencoba membuka satu
wacana baru dalam mendefinisikan tentang eksklusi sosial yang berhubungan
dengan ekonomi dan kesempatan, dimana masalah ini sering diperdebatkan dalam
masyarakat. namun Hal ini tidak adil dan memunculkan Traditional Velue yang
berarti harus melibatkan individu dalam memberikan dukungan eksklusi sosial. Namun
kedua ini tidak lengkap, akhirnya Amartya sen menumbuhkan yang namanya
Deprevition yang berarti mengakses sumber makanan yang dapat di akses dalam
kehidupan sosial.
Bukan hanya Amartya sen yang
menjelaskan tentang Kesenjangan dan Eksklusi sosial, namun ada juga Email
Durkheim yang mencoba menjelaskan tentang Kesenjangan, Ekslusi Sosial dan
deviant. prespektif durkheim tenteng eksklusi sosial yaitu dimana solidaritas
yang diciptakan oleh durkheim tidak akan menimbulkan atau solidaritas itu
terancam karena adanya eksklusi sosial. solidaritas dalam pandangan durkheim
terbentuk dari kesadaran bersama, dan dari kesadaran bersama akan membentuk
nilai atau norma yang digunakan dan diterpkan dalam kehidupan mereka, kemudian
nilai dan norma yang sudah dibentuk dipertahankan. namun eksklusi sosial yang
menurut prespektif Durkheim akan mengancam solidaritas, dimana ketika ada
seorang individu yang tidak mengikuti norma atau nila yang telah dibentuk dia
akan dikesampingkan. Dari masalah seperti ini Durkheim memuncukan Anomie,
dimana munculnya sebuah anomie berasal dari individu sendiri yang membentuk
dari sebuah interaksi antar individu. Namun ketika individu kehilanga norma
pada dirinya hal ini kan menyebabkan individualis, dimana yang dulunya
bersama-sama dalam kelompok, dia akan melakukan sendiri, dan masyarakat tanpa
norma akan rentan, maka dari itu anomie yang dimunculkan oleh Durkheim
berfungsi untuk menekankakan sebuah sanksi dari nilai norma dan nilai yang
salah.
Durkheim juga menjelaskan tentang
normal dan pathologis. normal merupakan masyarakat yaang sehat dan tindakan
yang dilakukan individu sama dengan individu yang lain yang ada dimasyarakat,
dan hal yang kita lakukan wajar. namun ketika tindakan kita yang kita lakukan tidak
sama dengan masyarakat yang lain atau menyimpang dalam nilai dan norma yang ada pada masyarakat (tidak wajar)
hal ini disebut dengan pathologis. Durkheim juga menjelaskan tentang Deviant atau perilaku menyimpang,
yaitu perilaku yang menyimpang dari masyarakat dan tidak sesuai dengan norma
masyarakat yang ada. Adanya deviant atau perilaku menyimpang disebabkan karena
peraturan yang diterpakan dalam masyarakat kurang ketat, dan kurangnya
peraturan dan sanksi yang telah dibuat pada masyarakat kurang kuat dan ketat,
dan yang lebih penting yaitu pengawasan akan adanya norma atau nilai yang ada
di masyarakat, karena percuma jika ada nilai ataupun norma yang telah dibuat tidak
diterapakan dalam masyarakat, peraturan itu tidak akan jalan dan sanksi juga
harus lebih tegas lagi bagi masyarakat, terutama bagi yang melanggar adanya
nilai atau norma yang ada. contohnya dalam suatu desa pasti terdapat peraturan
yang dibuat dan disepakati beersama dalam suatu desa, tapi ketika peraturan itu
tidak diterpakan atau sanksi yang diberikan kepada masyarakat kurang tegas,
maka masyarakat akan menyimpang dari peraturan atau norma dan nilai yang ada.
Marx menjelaskan tentang davian,
dimana menurutnya yang mengatur kelompok devian adalah the rulling class atau
para kapitalis. kapitalis ini yang membuat regulasi dan struktur yang ada di
masyarakat. Dimana davian tidak menyokong kapitalis atau orang yanng tidak bisa
menambah perekonomian para kapitalis. dan dari hal ini muncullah social junk
dan social dynamite. Social junk merupakan kelompok yang tidak berbahaya pada
kalangan kapitalis, contohnya orang gila, orang gila tidak bisa beradapatasi
dengan kapitalis atau dia tidak menambah atau memberikan untung perekonomian
para kapitalis. Sedangkan Social dynamite yaitu kelompok yang melakukan pemberontakan
kepada para kapitalis, dan Social dynamite ini juga sangat membahayakan para
kapitalis untuk mendapatkan keuntungan, yang melakukan pemberontakan pada para
kapitalis biasanya para kelompok yang lebih muda.
Analisis
Film “Start From A”
Untuk
menganalisis film the start from A dapat menggunakan tiga teori analisis tubuh,
pertama Judith Butler, menjelaskan tentang bagaimana individu menunjukkan
identitas dirinya, dan juga menjelaskan bahwa kita tidak boleh melihat dan
menilai seseorang dari bentuk tubuhnya, namun yang berhak menilai diri
seseorang yaitu dirinya sendiri serta di dominasi oleh makna. Terlihat pada
film start from A, seorang istri yang menjadi Imam pada saat sholat berjamaah
dengan sang suami padahal menurut ajaran islam yang seharusnya menjadi seorang
Imam atau pemimpin yaitu seorang laki-laki, sang ibu juga mengajarkan pada sang
anak tentang ajaran islam, agama menjadi dominasi dan mengeluarkan dogma-dogma,
dan dogma yang dikeluarkan sudah kuat dalam masyarakat. Jadi jika di analisis
dengan teori Judith Butler, ketika perempuan bisa menjadi imam pada saat shalat
atau pemimpin kenapa tidak, ketika kita berpatok pada ajaran agama islam, namun
seorang laki-laki tidak mampu atau tidak bisa untuk menjadi imam atau pemimpin.
jadi yang berhak menilai sesorang hanyalah dirinya sendiri. Dalam film ini
kebalikan dari apa yang ditentukan oleh masyarakat, bahwa sang istri bisa jadi
imam karena pengetahuaanya dia lebih dari pada sang suami
Kedua, Mike Oliver yang menjelaskan
tentang cacat yaitu tidak bisa melakukan tindakan seperti orang lain. jika
dilihat dari film yang berawal dari A, terlihat bahwa sang istri dan sang suami
melakukan shalat berjamaah, padahal jika menurut masyarakat kedua orang ini
cacat karna sang istri tunantra dan sang suami tuna rungu. jika di analisis
dengan teorinya Mike Oliver berarti kedua orang ini sempurna karna bisa
melakukan shalat layaknya orang normal pada umum. Sang kakak juga bisa mengetahui
jam dengan meraba jam dengan tangannya.
Ketiga, Foucault yang menjelaskan
tentang regime of truth yaitu kekuasaan ilmu pengetahuan dimana kebenaran
ditentukan oleh beberapa orang, serta pengkelompokan-pengkelompokan sesuai
dengan penggolongan tubuh. Terlihat pada film strat from A, bahwa keduanya
nikah sesuai dengan kemampuan fisik yang ada pada tubuhnya (difabel).
Kesenjangan Eksklusi
Sosial
Jironah Rosyidah / 115120107111014
respon paper 2.
Tubuh merupakan perjumpaan kita pada dunia, dan hal yang paling penting untuk memaknai masalah atau mengkontruksi melalui tubuh pada diri kita. Tubuh pada masyarakat digunakan untuk melihat misal seperti kecantikan, sakit, tidak sempurnaan (difabel), jadi basic tubuh atau fisik yang ada pada diri kita hanya sebagai gambaran untuk melihat cantik atau tidaknya, serta tidak melihat kelebihan atau kemampuan yang dimilki oleh temen-temen difabel misalnya. Hal ini bisa menyebabkan eksklusi sosial pada seseorang yang dimulai pada saat menilai tubuhnya sendiri.
Tubuh merupakan perjumpaan kita pada dunia, dan hal yang paling penting untuk memaknai masalah atau mengkontruksi melalui tubuh pada diri kita. Tubuh pada masyarakat digunakan untuk melihat misal seperti kecantikan, sakit, tidak sempurnaan (difabel), jadi basic tubuh atau fisik yang ada pada diri kita hanya sebagai gambaran untuk melihat cantik atau tidaknya, serta tidak melihat kelebihan atau kemampuan yang dimilki oleh temen-temen difabel misalnya. Hal ini bisa menyebabkan eksklusi sosial pada seseorang yang dimulai pada saat menilai tubuhnya sendiri.
Terdapat tiga pemikir yaang
menganilis tentang tubuh,, pertama Judith Butler. Judle Butler menjelaskan tentang identitas
gender dan menghilangkan pengalaman individu serta mengutamakan apa yang
dibenarkan oleh masyarakat. Misalnya yang harus jadi pemimpin pada suatu
negara, desa dll, atau jadi imam pada waktu sholat harus laki-laki, karena
posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan, seperti yang ada diagama juga,
padahal tidak semuanya yang diiyakan atau yang dibentuk oleh masyarakat kini
sudah menjadi kepercayaan dalam masyarakat. Contohnya pemimipin pada Daerah
bisa saja perempuan, ketika perempuan memiliki kemampuan lebih dan bisa merubah
daerah menjadi lebih baik dari pada laki-laki kenapa tidak. Jadi kita tidak
boleh hanya melihat dan menilai diri sesorang dari bentuk tubuhnya, namun yang
berhak menilai dirinya hanya diri individu sendiridan memaknaainnya.
Kedua, Mike Oliver meenjelaskan tentang bahwa lingkungan yang
menetukan tubuh dan menjadikan tubuh “Dis” artinya lingkungan yang menentukan
individu itu mampu apa tidak, dengan memlihat bentuk tubuh pada diri individu.
Misalnya orang yang memakai kursiroda atau difabel yang memiliki kemampuan
lebih dibanding dengan orang yang normal fisiknya, tetep saja lingkungan aatau
masyarakat tetap memandang ddifabel ya tetap saja difabel. sedangkan menurut
saya orang yang bisa melakukan aktifitas sama dengan kita menurut saya dia
normal meskipun difabel, karna dia bisa melakukan hal bisa kita lakukan.
misalnya orang yang tidak bisa melihat, namun dia mampu untuk mengetahui jam
berapa dengan cara memecahkan kaca pada jam dan menggunakan tangannya untuk
mengetahui jam berapa.
ketiga, Foucault menjelaskan tentang
Regime Of Truth dan Govermentality yang
menjelaskan tentang kekuasaan ilmu pengetahuan dimana kebenaran ditentukan oleh
beberapa orang, serta pengkelompokan-pengkelompokan sesuai dengan penggolongan
tubuh pada inividu. Jadi orang dikelompokkan sesuai dengan bentuk tubuh bukan
kemampuannnya.
Ervin Goffman menjelaskan tetang
Stigma dan Identitaas Sosial. Goffman mengarahkan pada stigma yang berarti ciri
atau tanda negatif yang melekat pada individu yang berikan oleh masyarakat.
contohnya orang yang pernah mencuri pada sebuah Desa, ketika orang itu pernah
melakukan kesalahan yaitu mencuri dan sudah membayar kesalahan dengan dipenjara
sesuai ketentuan hukum, namun stigma untuk orang yang sidah keluar dari penjara
dan sudah ada niatan berubah tetap saja masyarakat menganggap bahwa dia seorang
pencuri. Namun Stigma juga disandingkan
dengan identitas sosial, dimana identitas ini terbentuk dari ruang atau
masyarakat pada suatu wilayah. Stigma dibentuk dan diperihala oleh identitas
yang bertujuan untuk meemperkuat atau mempertahankan identitas yang sudah ada
pada suatu wilayah.
Stigma memilki 3 tipe yang terjadi
di masyarakat, pertama Stigma cacat fisik dimana idividu memiliki tubuh yang
tidak normal dan itu akan menimbulkan ekslusi sosial. Contohnya difabel tidak
bisa sekolah ditempat yang normal, artinya sekolah tidak memberikan peluang
atau kesempatan buat difabel untuk sama-sama mencari ilmu bersama. Namun pada
kenyataannya sekolah mengkelompokkan sekolah untuk teman-teman difabel. Kedua,
Stigma karakter individu yang buruk yaitu stigma didapat karena karekter yang
dia buat pada dirinya, contohnya identitas yang ada di sebuah Desa seorang
cewek itu harus lemah lembut, halus berbicara, namun ketika seorang cewek
merokok atau minim alcohol, maka stigma cewek itu dia dipandang atau dinilai
sebagai cewek nakal. ketiga, stigma kesukuan atau agama yang dapat di transmisikan
melalui generasi berikutnya artinya turun temurun, contoh stigma pada agama
islam misalnya, bahwa agama islam masyarakat melihat bahwa agamanya sangat kuat
dan ibadahnya sering dilakukan, namun pada kenyataanya orang islam sendiri juga
ada yang tidak melakukan sholat tidak mengikuti ajaran agama yang diyakininnya
sehingga muncul stigma islam ktp pada orang-orang islam yang tidak menjalankan
ibadah dan ajaran agama islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar