Rabu, 25 Juni 2014

Respone Paper Individu (Desandy, Kelompok 1)

Nama   : Desandy Budi Christya
NIM    : 115120101111032 / Respone Paper Kesenjangan dan Eksklusi Sosial
Pandangan Beberapa Tokoh Sebagai Konsep Dasar
            Kondisi yang tidak lagi kondusif adalah kondisi yang sering dialami Indonesia saat ini. berbagai konflik dengan latar belakang yang berbeda-beda seolah menandakan kondisi yang sedang tidak stabil tersebut. Konflik yang terjadi di berbagai struktur masyarakat, yang dialami oleh banyak pihak, salah satunya adalah individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang termarjinalkan, sehingga sering kali memicu terjadinya konflik. Terlebih lagi kesenjangan sosial semakin jelas terjadi di Indonesia ini. Kesenjangan atas sumber-sumber yang ada, dan lain sebagainya. Indikatornya jelas ketika kita meninjau kembali kondisi pendidikan yang tidak merata, akses kesehatan yang tidak merata pula, dan yang lainnya, yang pada akhirnya banyak masyarakat mengalami kondisi yang jauh dari akses-akses yang seharusnya dapat dinikmati bersama.
            Secara sosiologis kesenjangan dan eksklusi sosial ditandai dengan adanya gap antara struktur yang satu dengan struktur yang lainnya. Hal ini kemudian menjadikan ada beberapa individu atau kelompok masyarakat tertentu yang mengalami kondisi eksklusi atau termarjinalkan dalam artian individu atau kelompok-kelompok ini mengalami proses yang menghalangi mereka untuk dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya, yang kemudian menyebabkan kehidupan mereka terputus dari layanan yang dinikmati sebagaian besar masyarakat pada umumnya. Banyak faktor yang menyebabkan eksklusi sosial ini terjadi. Karena kondisi kemiskinan, akses terhadap pekerjaan yang sulit, tidak ada jaringan sosial, hilangnya hak-hak kebebasan misal dalam beragama maupun yang lainnya, sampai masalah gender dan rasial.
            Banyak tokoh yang memberikan gambaran tentang kesenjangan terlebih masalah eksklusi sosial ini. Amartya Sen yang melihat bahwa eksklusi sosial ini terkait dengan kemiskinan dan deprivasi atau kehilangan akses yang menjadikan terputus dengan sistem secara luas. Sedangkan Durkheim melihat bahwa individu atau kelompok yang tereksklusi ini dapat mengancam solidaritas sosial, hal ini dikarenakan mereka yang tidak masuk dalam sistem terlebih mereka yang tereksklusi dan tidak mampu beradaptasi dengan baik, dapat menciptakan disorganisasi sosial yang kemudian memunculkan tindakan-tindakan menyimpang yang pada akhirnya mengganggu kestabilan dalam masyarakat atau mengancam solidaritas sosial. Selain itu juga dapat menciptakan kecenderungan akan tindakan kriminal dan penyakit sosial atau patologis.
             Marxian juga memberikan pandangan perihal deviance yang terjadi. Keterhubungannya dengan masalah eksklusi sosial jika saya gambarkan adalah bahwa individu atau kelompok yang tereksklusi pada akhirnya memang memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang atau yang biasa disebut deviant. Marx melihat bahwa sejarah perkembangan manusia seiring dengan perkembangan material yang ada. Bahkan superstruktur pun seperti agama, politik dan lain sebagainya sangat dipengaruhi oleh kondisi materi. Deviant pun dilihat juga tidak jauh dari masalah materi. Bahwa dalam masyarakat ada kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis sering dianggap berkuasa atas sumber-sumber materi yang ada. Maka ketika sumber materi hanya dikuasai atau dimiliki oleh kelas borjuis, kelas proletar tidak memiliki akses atau kepemilikan yang baik akan materi yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Sehingga kelas proletar identik dengan kaum atau masyarakat yang tereksklusi. Terlebih lagi borjuis menjadi penentu dalam pelabelan kaum yang dikatakan termarjinalkan karena tidak dapat menyokong keberadaan kapitalis.
            Kondisi di Indonesia menurut saya lebih dapat diwadahi dengan pandangan dari Karl Marx. Bahwa memang sekarang ini kapitalisme menjadi logika atau ideologi sentral dari setiap aspek yang terjadi dalam masyarakat. Bahwa keberadaan materi dalam hal ini ekonomi menjadi aspek yang sangat penting bagi masyarakat. Hal ini juga terlihat dari segala persoalan bahkan persoalan utama di negara ini adalah persoalan ekonomi khususnya kemiskinan. Faktor utama yang menjadikan beberapa masyarakat tereksklusi menurut saya adalah karena faktor ekonomi. Mereka yang tidak memiliki materi secara memadai maka secara langsung maupun tidak langsung sulit untuk mampu menjalani arus kehidupan sosial dalam segala aspek, bahkan untuk turut berpartisipasi misalkan dalam hal pendidikan atau untuk bersekolah, dan lain sebagainya. Seringkali mereka yang miskin adalah mereka yang dianggap tereksklusi dan merasa dirinya sendiri juga tereksklusi. Terlebih lagi kapitalis semakin menciptakan logika bahwa materi adalah hal yang utama dalam mengendalikan arus kehidupan sosial masyarkat. Ketika materi ini mengalami kesenjangan dalam artian tidak dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, maka yang terjadi adalah banyak kasus kriminal dan tindakan menyimpang lainnya yang terjadi, tidak lain adalah agar kaum yang tereksklusi bisa bertahan hidup terlepas dari baik buruknya cara yang dilakukan. Bahwa memang masalah eksklusi sosial tidak dapat dilihat dari kesalahan mereka yang termarjinalkan saja, butuh penilaian dan penyelesaian yang menyeluruh dari beragamnya indikator terkait masalah eksklusi sosial ini.
Lebih Spesifik : Eksklusi Sosial Karena Tubuh dan Stigma (Paper 2)
            Dalam fenomena sosial berupa kesenjangan dan eksklusi sosial ini, saya lebih cenderung kepada aspek eksklusi sosialnya. Asumsi saya bahwa yang teramat nyata adalah berbagai bentuk pengeksklusian sosial yang terjadi dan dialami oleh sebagian masyarakat, yang tentunya menjadi korban dari kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Karena memang masyarakat tidak dapat terlepas dari berbagai perbedaan khususnya dalam hal sumber-sumber yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kesenjangan yang secara porsi sangat besar dialami oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu, saya rasa biarkan saja menjadi tanggung jawab pemerintah yang terkadang memang perlu diingatkan akan tanggung jawabnya. Sedangkan persoalan eksklusi sosial saya rasa semua masyarakat bisa turut berperan dalam melakukan pengeksklusian terhadap kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
            Salah satunya eksklusi sosial yang masih dialami oleh kelompok disabilitas misalnya. Kelompok atau individu-individu yang mengalami kekurangan fisik maupun mental, secara langsung maupun tidak langsung, secara sadar maupun tidak sadar seringkali termarjinalkan dari masyarakat secara umum. Peran masyarakat menjadi cukup besar dalam hal ini. Masyarakat seolah menciptakan sebuah konstruksi sosial perihal tubuh manusia. Ada standartisasi tentang tubuh yang ideal atau yang sempurna dalam masyarakat. Tubuh memang menjadi hal yang cukup penting, karena dengan tubuh lah secara nampak nyata manusia melakukan perjumpaan dengan dunia sosialnya. Maka masyarakat menganggap performa tubuh menjadi sangat penting, tentunya tubuh yang secara fisik sempurna. Konstruksi sosial semacam ini menjadikan mereka yang mengalami disabilitas dianggap tidak memiliki performa tubuh yang maksimal, anggapan yang sedemikian itu kemudian menjadikan individu yang mengalami disabilitas dibatasi aksesnya dalam masyarakat.
            Fenomena eksklusi sosial yang lainnya muncul karena sebuah stigma. Stigma adalah penandaan yang memiliki sifat negatif yang diberikan kepada seseorang, yang kemudian menyebabkan seseorang tersebut cenderung disingkirkan dari kehidupan sosialnya. Masyarakat juga saya lihat berperan besar dalam hal ini. Setiap individu, kelompok, maupun masyarakat memiliki identitas atau atribut atau perangkat yang dimilikinya masing-masing. Tetapi keberadaannya juga berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang dianggap tidak sesuai dengan konstruksi sosial masyarakat inilah yang pada akhirnya memunculkan stigma atau anggapan yang cenderung buruk. Dampak lanjutannya adalah masyarakat menjadi melakukan proses pelabelan terhadap apa yang dianggap sebagian besar masyarakat meyimpang. Dampak lebih lanjutnya lagi adalah memunculkan perlakuan yang diskriminatif. Ada perlakuan berbeda yang diberikan oleh masyarakat terhadap mereka yang dianggap meyimpang. Terlebih lagi stigma ini diperkuat dengan berbagai hal seperti bahasa, dan lain sebagainya.
            Masalahnya adalah ketika standartisasi dalam masyarakat menjadi disalah gunakan, terkadang terlalu memiliki arti yang sempit, terkadang juga diperluas. Dampaknya adalah banyak stigma yang diberikan atau dilabelkan terhadap seseorang, yang tidak sesuai dengan kondisi seseorang tersebut atau sesuai dengan kenyataannya yang memang seharusnya ada proses kritis baik dalam berpikir maupun bertindak sebelum memberikan stigma. Dampaknya bukan hanya bagi penerima stigma yang kemudian dapat mempengaruhi jiwa, proses berpikir, serta tindakannya secara sosial. Bagi masyarakat pun memberikan stigma yang kurang tepat justru dapat mengancam keberadaan masyarakat itu sendiri, baik dapat mengganggu stabilitas sistem maupun struktur sosial yang ada, interaksi sosial dalam masyarakat juga menjadi sering terganggu karena adanya ancaman dari penerima stigma buruk yang diberikan oleh masyarakat, maupun yang lainnya. Tetapi memang yang menjadi garis besarnya bahwa stigma mampu menciptakan proses eksklusi sosial dalam masyarakat, bahkan dengan bentuk yang baru. Stigma yang kemudian berdampak terhadap pendiskriminasian juga nyatanya turut dilegitimasi oleh beberapa hal atau pihak, misal media massa bahkan hukum.
             Dalam kondisi yang semakin krisis banyak juga pemikiran atau pandangan kritis yang mulai muncul. Jika diterapkan dalam hal ini maka bentuk kritis untuk membongkar konstruk masyarakat tentang stigma, tubuh cacat, dan yang lainnya adalah dengan membentuk wacana baru yang memberikan dekonstruksi ulang dari konstruksi sosial masyarakat yang ada. Harapannya tidak ada lagi anggapan buruk, perlakuan buruk bagi mereka penyandang cacat, penderita AIDS, dan yang lainnya, tentunya bagi mereka yang memang secara nyata tidak sesuai dengan anggapan buruk yang diberikan oleh masyarakat.


            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar