Rabu, 25 Juni 2014

Respon Paper Individu (Siti Nurjanah Kelompok 6)

Nama : Siti Nurjanah
Nim   : 115120100111020

Respon paper Kesenjangan dan Eksklusi Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terdapat kelas–kelas yang dengan adanya kelas tersebut maka akan menentukan status sosial dari suatu masyarakat. Sehingga di dalam masyarakat akan terdapat perbedaan antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Namun sekarang ini, pembedaan dalam masyarakat tidak hanya berdasarkan status sosial saja. Terdapat istilah eksklusi sosial bagi masyarakat teretntu, masyarakat yang dianggap telah mengeluarkan diri dari golongan masyarakat setempat. Eksklusi sosial dalam arti yang luas ialah ketika sekelompok atau seseorang dikeluarkan dari kelompok masyarakat tertentu. Hal yang demikian menurut Adam Smith yang sangat terpengaruh oleh Kant yang Hegelian ini membuat masyarakat tidak lagi mempunyai kebebasan karena menurutnya sebenarnya kebebasan adalah hak dari setiap individu. Maka eksklusi sosial ini merupakan sebuah marginalitas politik, sosial, ekonomi, hukum dan HAM. Biasanya kelompok ini ialah kelompok minoritas atau kelompok masyarakat yang tereksklusi ini seolah termarginalkan. Eksklusi sosial ini selalu dihubungkan dengan ekonomi, opportunity dan traditional value. 
Memang pada kenyataannya bahwa faktor ekonomilah yang kerap kali menjadi faktor terjadinya eksklusi sosial pada suatu masyarakat tertentu. Bahkan kemiskinan dan kelompok berpendapatan rendah ini telah menjadi salah satu komponen dalam eksklusi sosial. Komponen eksklusi sosial yang lainnya menurut Pierson adalah akses terhadap pekerjaan yang kurang memadai sehingga hal tersebut mempengaruhi pekerjaan yang seseorang akan dapatkan. Selain itu tidak adanya jaringan sosial dan dukungan yang dimiliki juga menjadi penyebab terjadinya eksklusi sosial. Kemudian adanya efek daerah setempat dan lingkungan juga menjadi komponen eksklusi sosial. 
Di sini juga terdapat tiga tokoh yang membahas mengenai eksklusi sosial. Diantara tiga tokoh tersebut ialah Amartya Sen, Durkhiem dan Karl Marx. Amartya Sen mendefinisikan eksklusi sosial dengan beberapa aspek. Aspek yang pertama adalah bahwa eksklusi sosial ini memiliki dua bentuk yaitu eksklusi sosial aktif dan eksklusi sosial pasif. Eksklusi sosial aktif ialah kelompok yang tereksklusi masih terlibat dalam masyarakat namun seringkali dipandang sebelah mata. Contohnya seperti kaum difabel dan kaum perempuan. Sedangkan eksklusi sosial pasif adalah kelompok minoritas yang tidak punya hak untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam diri mereka. Hal tersebut menyebabkan meraka tidak bisa mempunyai tawaran lain untuk melakukan aktivitas atau bahkan untuk mengekspresikan dirinya dalam bentuk aktivitas karena adanya keterbatasan. Contohnya ialah kelompok masyarakat yang sedang mengungsi karena terkena suatu bencana. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa selain menunggu datangnya bantuan. 
Aspek yang lain menurut Amartya Sen mengenai definisi eksklusi sosial ini adalah lost of current out put, yaitu mereka yang tereksklusi secara sosial tidak dapat menghasilkan apa-apa. Yang kemudian terdapat juga aspek lost of skill or long term aspek. Aspek tersebut merupakan cultural capital. Selain itu juga terdapat aspek lost of freedom, di mana kelompok yang tereksklusi ini kehilangan kebebasan dalam hal kepercayaan atau keyakinan. Hilangnya kebebasan tersebut dikarenakan keyakinan yang dianut dianggap menyimpang oleh masyarakat. Contohnya seperti orang-orang syi’ah di Sidoarjo yang diungsikan atau dieksklusi ke GOR. Hal tersebut menjadikan orang-orang syi’ah tersebut juga kehilangan kebebasan dalam hal lainnya. Misalnya saja karena dieksklusi maka seorang kepala keluarga dari kelompok tersebut menjadi tidak bisa mencari nafkah untuk keluarganya. Hal tersebut akan mempersulit kehidupan mereka. Aspek yang lain adalah psycological harm and misery. Di mana kelompok yang tereksklusi ini mengalami tekanan psikologis karena masyarakat tidak menerima keberadaannya. Contohnya ialah seorang waria dan anak hasil dari pemerkosaan atau anak-anak yang lahir akibat dari hamil di luar nikah. 
Healt and mentall juga merupakan aspek yang menurut Amartya Sen termasuk dalam pendefinisian eksklusi sosial. Contohnya seperti ODHA, Psk dengan anaknya. Aspek lainnya adalah motivation and future works dan Gender and Ras serta aspek yang terakhir adalah weakining of social value, yaitu melemahnya nilai-nilai sosial masyarakat yang pada awalnya masyarakat peduli dengan masyarakat yang lain pada akhirnya cuek dan tidak saling peduli. Contohnya seperti pembangunan perumahan sehingga menjadikan penduduk perumahan memiliki sifat yang individualis. Di mana yang sebelum adanya pembangunan perumahan solidaritas antar masyarakat tinggi maka setelah adanya pembangunan solidaritas sudah mulai menurun bahkan sudah tidak saling peduli antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Jika dapat disimpulkan, menurut Amartya Sen ini eksklusi sosial lebih fokus pada deprivasi yang pada akhirnya terjadinya perampasan hak-hak atau upaya yang dilakukan atau apa-apa yang menjadi haknya merasa dirampas. 
Tokoh kedua yang juga membahas mengenai eksklusi sosial adalah Durkheim. Durkheim melihat bahwa dengan adanya eksklusi sosial maka akan mengancam solidaritas sosial. Adanya masyarakat yang tereksklusi menjadikan masyarakat yang lain seolah tidak peduli dengan kelompok yang tereksklusi tersebut. Hal tersebut telah menunjukkkan bahwa solidaritas di dalam suatu masyarakat telah menurun. Di dalam eksklusi sosial maka juga memunculkan anomi pada kelompok yang tereksklusi tersebut. selain itu eksklusi sosial juga dapat memunculkan adanya patologi dalam suatu kelompok masyarakat. Masyarakat yang berperilaku tidak sesuai dengan masyarakat yang lain maka mereka dianggap patologis karena apa yang mereka lakukan diluar kewajaran dari masyarakat tersebut. durkheim juga mengemukakan bahwa crime dalam masyarakat itu adalah sbuah kewajaran dan memiliki fungsi tersendiri. Dengan adanya crime maka disini peran dari adanya penegak hukum akan berfungsi. 
Dan tokoh yang terakhir adalah Karl Marx. Kelompok masyarakat yang tereksklusi menurut Marx adalah kelompok yang tidak dapat menyokong keberadaan kapitalis. Misalnya kelompok masyarakat miskin atau masyarakat berpendapatan rendah. Karena mereka tidak dapat menyokong keberadaan dari kaum kapitalis maka mereka dieksklusi secara sosial. 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 

Nama : Siti Nurjanah
NIM :115120100111020

Respon paper kesenjangan dan eksklusi sosial
Pembahasan mengenai gender juga dikemukakan oleh Judit Butler. Bagi Butler, gender adalah konstruksi feminisme yang melupakan pengalaman individu. Di mana individu inilah yang mengkonstruksi gender. Dalam pandangan heteronormatifnya, Butler membedakan 2 macam perilaku individu yaitu perilaku maskulin dan perliaku feminim. Perbedaan dua perilaku tersebut ditentukan oleh konstruksi sosial dan budaya berdasarkan jenis kelamin. Jadi dengan adanya perilaku maskulin dan feminim tersebut maka setiap individu diharapkan akan berperliaku sesuai dengan identitas yang disandangnya, di mana identitas tersebut ialah bentukan konstruksi dari sosial dan budaya yang berbentuk maskulin dan feminim itu tadi. Jadi setiap individu diharapkan berperilaku feminim atau maskulin. Yang sebenarnya bagi Butler identitas adalah sesuatu proses yang tidak pernah berakhir, bahkan asalnya pun juga juga tidak ada, sehingga identitas pun juga tidak akan pernah berakhir. 
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa terdapat konsep maskulin dan feminim, sehingga setiap individu akan berperilaku sebagaimana ia maskulin atau feminim. Maskulin atau feminim sebenarnya didasarkan pada jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan yang berbeda sehingga dibedakan dalam perilakunya. Tubuh itu sendiri ialah bagaimana individu memaknai tubuhnya sendiri dan bagaimana menjadikan identitasnya. Sehingga dengan adanya pembedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan maka akan memunculkan performa bagi setiap individu baik itu laki-laki maupun perempuan yaitu maskulin dan feminim yang kemudian akan menimbulkan perbedaan perilaku maskulin dan feminim tersebut.
Selain Judit Butler, Mike Oliver juga membahas perihal mengenai tubuh. Menurut Oliver, tubuh yang berbeda selalu menjadi objek. Kelompok tubuh yang berbeda selalu menjadi perhatian dan objek bagi kelompok-kelompok lain. Misalnya saja kaum cacat, sebenanya kata cacat itu sendiri tidak ada. Istilah cacat tersebut hanya dibuat oleh orang-orang yang memiliki tubuh normal. Dengan demikian. lingkungan lah yang menentukan tubuh. Lingkungan menjadikan adanya “Dis”, yang berarti Dis tersebut adalah berbeda dari yang lainnya, berbeda dengan yang normal. Yang membentuk istilah tersebut adlaah kaum kapitalisme. Mengapa demikian karena bagi kaum kapitalis, kaum yang cacat tidak akan dapat berkontribusi dalam segi apapun apa lagi dalam segi materi. Cacat itu sendiri ialah ketika lingkungan tidak mendukung kaum yang dianggap cacat oleh kaum normal itu sendiri. Ketika orang-orang yang normal tidak mendukung orang yang berbeda dengan orang yang normal, maka itulah yang dinamakan cacat. 
Selain Judit Butler dan Mike Oliver, Faucault juga membahas mengenai tubuh.  Menurut Faucault terdapat rezim of truth yaitu adanya kebenaran-kebenaran tertenru mengenai suatu hal. Dan juga terdapat govermentality yaitu bagaimana tubuh-tubuh itu dibentuk sesuai dengan keinginan pihak-pihak yang berkepentingan, pihak yang berkepentingan di sini adalah kaum kapitalis. Jadi, tubuh dibentuk sesuai dengan kepentingan-kepentingan tersebut dan diakui kebenarannya. Misalnya saja yang berhak masuk sekolah-sekolah favorit adalah orang-orang yang pintar saja sedangkan orang yang biasa-biasa saja pada akhirnya tidak mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan di sekolah-sekolah favorit. Contoh yang lain adalah ketika seseorang ingin menjadi seseorang polisi maka harus memenuhi persyaratan tertenrtu yang berhubungan dengan tubuh.
Di sini juga terdapat satu tokoh lagi yaitu Goffman yang membahas mengenai stigma. Stigma di dalam suatu masyarakat selalu bermakna negatif. Misalnya saja seperti orang cacat, atau orang yang tidak mempunyai pekerjaan, mereka dianggap stigma atau selalu dianggap negatif. Stigma tidaklah lepas dari yang namanya identitas. Karakter individu juga termasuk identitas. Sedangkan identitas itu sendiri merupakan bentukan dari masyarakat. Hal ini berarti bahwa stigma yang ada di dalam masyarakat adalah merupakan bentukan dari masyarakat itu sendiri pula. 
Stigma merupakan wacana yang meneguhkan sehingga masyarakat meyakini kebenarannya. Stigma juga merupakan prosessor untuk mengkonfirmasi ketidakbiasaan orang lain. Stigma ini akan memunculkan inferioritas atau merasa dirinya paling buruk dan paling rendah. Sehingga memungkinkan individu tidak dapat berekspresi atau mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya tersebut karena stigma yang sudah terlanjur mendarah daging di dalam masyarakat. 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 

Nama : Siti Nurjanah
NIM : 115120100111020

Review Film Berawal dari A
Memang dalam masyarakat kita seseorang yang memiliki kekurangan secara fisik lebih sering tereksklusi secara sosial. Dalam film Berawal dari A ini, ditunjukkan bahwa setiap individu mempunyai atau dapat bersadaptasi untuk bisa menyesuaikan dengan kebutuhan sehari–hari yang tentunya berdasarkan cara mereka sendiri meskipun secara fisik mereka memiliki keterbatasan. . Ketika seorang perempuan yang buta mengajarkan segala hal yaitu mengajarkan seorang laki-laki untuk bisa mengucapkan Allahu akbar,  yang sebenarnya laki-laki tersebut juga memiliki keterbatasan secara fisik yaitu tidak dapat mendengar dan berbicara. Namun dengan cara mereka sendiri pada akhirnya laki-laki tersebut berhasil mengucapkan kalimat Allahu akbar. 
Tubuh yang merupakan perjumpaan dengan dunia, dalam film dibuktikan bahwa meskipun antara laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki keterbatasan yang jika orang lain berfikir akan susah untuk melakukannya namun mereka bisa melakukan aktivitas apapun dengan sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam agama islam yang seharusnya seorang laki-laki menjadi imam ketika melakukan ibadah sholat namun dalam film tersebut perempuan yang menjadi imam. Sampai-sampai ibu dari perempuan tersebut berkata pada perempuan itu sampai kapan mau jadi imamnya laki-laki.  Dalam film ini juga diperlihatkan bahwa orang lain yang memiliki tubuh “normal” memandang sebelah mata mereka. Ketika membeli kacamata, orang yang berjualan tidak mengerti bahasa yang dimaksud oleh laki-laki bisu. Hal ini menunjukkan bahwa orang lain yang merasa dirinya normal, tidak memliki kekurangan apaun tidak berusaha untuk mengerti maksud dari laki-laki bisu tersebut. 
Jika saja orang lain, sekalipun bukan orang yang berjualan kacamata itu, peduli dan tidak memandang sebelah mata orang lain yang memiliki kekurangan seperti laki-laki bisu itu, maka mereka jug a akan memperlajari bahasa tubuh yang digunakan laki-laki buta untuk supaya bisa mengerti apa yang dimaksud. Permpuan buta itu juga tidak baru mengetahui bahwa terdapat perbedaan-perbedaan yang dimiliki antara seorang laki-laki dan perempuan dalam tubuh mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar