Evan Okta Harendrawan
105120100111010
Respon Paper Kesenjangan dan Ekslusi Sosial
Eksklusi sosial pertama kali muncul di Perancis, banyak definisi tentang apa itu eksklusi sosial dan bila menurut sepengetahuan dan sepemahan saya tentang eksklusi sosial merupakan suatu peminggiran dan pengucilan masyarakat terhadap apa yang dinilai masyarakat berbeda atau “aneh”, abnormal atau yang biasa disebut dengan Pathologis. Eksklusi sosial merupakan suatu proses yang menghalangi individu atau kelompk untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi dan plotik didalam masyarakat secara utuh.
Suatu hal yang dinggap tidak sama dengan kebanyakan orang yang didaam masyarakat baik itu secara individu dan secara komunal (kelompok). Menurut saya eksklusi sosial hampir sama dengan konsep marjinalitas yang menganggap individu atau kelompok yang dianggap berkelas rendah dan berbeda dengan kebanyakan orang dan dipinggirkan. Marjinalisasi juga biasa diartikan sebagai suatu proses peminggiran akibat kemiskinan, perbedaaan, perbedaan jenis kelamin, gender dan lain-lain.
Banyak indikator-indikator yang dijadikan sebagai acuan dari eksklusi sosial tersebut seperti :
Kemiskinan
Tidak memiliki dukungan (daya dukung)
Tidak memiliki jaringan sosial
Akses terhadap elayanan
Efek dari lingkungan sosiak atau lingkungan setempat
Gender
Keterbatasan fisik, mental dll.
Keterbatasan pengetahuan dan pendidikan
Keterbatasan kemampuan
Hal- hal yang dianggap tidak memenuhi standar yang berlaku dalam masyarakat dan lain-lain.
Menurut Amartya Sen eksklusi sosial secara konseptual memiliki keterkaitan dengan kemiskinan dan deprivasi karakteristik dari kemiskinan adalah keterbatasan penghasilan. Bila menurut Durkheim eksklusi sosial akan dapat mengancam solidaritas sosial karena akan membeda-bedakan golongan atau kelompok dalam masyarakat sehingga akan dapat menimbulkan konflik sosial yang dapat menghambat integrasi sosial dan solodaritas sosial tersebut.
Dalam eksklusi sosial ada suatu yang dianggap berbeda dan dianggap luar kewajaran yang dibuat sebagai standart masyarakat yang membedakan antara suatu hal yang normal dengan hal yang abnormal (pathologis). Hal-hal yang dianggap mainstream atau yang dilakukan dalam masyarakat merupakan hal yang normal menurut masyarakat. Sedangkan ha-hal yang bersifat anti-mainstream seperti hal-hal yang dianggap aneh atau tidak dilakukan sebagian besar masyarakat disebut dengan pathologis.
Saya ambil contoh tentang warga pendatang asal Madura yang seringkali saya temui lebih banyak bergerak di sektor perdagangan. Biasanya bila pembeli berasal dari daerah yang sama akan diperlakukan secara berbeda dengan yang tidak berasal dari daerah yang sama meskipun itu adalah orang asli daerah tersebut. Bila kegiatan perdagangan yang dilakukan dari sama-sama daerah akan lebih mudah dan malah biasanya akan mendapat potongan-potongan harga atas dasar persamaan daerah asal tersebut. Berbeda bila ada pembeli yang bukan dari daerah yang sama ingin membeli akan sedikit lebih ribet atau sedikit dipersulit dan berbeda harga dengan pembeli dari daerah yang sama dengan penjualnya. Jadi menurut saya eksklusi sosial bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Juga tidak lepas dari akan persamaan dan perbedaan menurut masyarakat yang dijadikan standar masing-masing. Jadi sesuatu hal yang dianggap tidak sama dengan standarnya secara perlahan akan terpinggirkan dan mengalami eksklusi sosial. Benar kata Emile Durkheim yang menyebutkan bahwan eksklusi sosial akan mengancam solidaritas sosial, intergrasi sosial.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Review Film “Bermula dari A”
Dalam film yang berjudul “Bermula dari A” ada banyak bagian-bagian atau scene-scene yang terdapat suatu fenomena social dan gejala social yang patut kita bahas dan analisis. Hal yang paling banyak ditonjolkan dalam film ini adalah tentang keterbatasan secara fisik/ disabilitas antara pasangan muda-mudi yang memperjuangkan kelangsungan hubungan mereka. Dalam konsep yang dikatakan oleh Mike Oliver yaitu tubuh yang berdeda akan menjadi obyek dalam kehidupan masyarakat sehingga keterbatasan atau ketidaksamaan tubuh dalam film tersebut menjadi suatu obyek yang dinilai masyarakat menjadi suatu kelainan dan keterbatasan yang terkonstruksi dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Masyarakat menganggap mereka sebagai individu yang tidak sama dengan yang lain dan menstigma mereka tidak bias melakukan hal-hal yang biasa dilakukan manusia pada umumnya dalam kehidupan masyarakat.Padahal dalam kenyataannya mereka dapat melakukan kegiatan dan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari tapi dengan cara yang berbeda dengan kebanyakan orang Oliver juga mengatakan bahwa mereka bias/mampu melakukan kegiatan/aktivitas mereka sehari-hari, namun lingkungan dan masyarakat yang membuat mereka tidak bias melakukan itu semua.
Bila menurut Foucaltt tentang regime of truth dalam kasus ini adalah munculnya suatu tolak ukur atau standarisasi dari masyarakat tentang sesuatu yang dianggap normal dan abnormal (pathologis). Dengan adanya standarisasi dan tolak ukur tersebut hanya akan membatasi gerak social mereka karena mereka dianggap tidak bias memenuhi criteria tersebut sehingga tidak bisa menjadi diri mereka sendiri karena tergerus oleh standarisasi yang dibuat masyarakat tersebut, misalnya dalam masalah kepercayaan (agama) dan gender yang dapat membatasinya. Dalam ajaran agama selalu ditanamkan dogma-dogma, doktrin dan pelajaran tentang apa itu baik dan apa itu yang buruk begitu juga dengan apa yang benar dan tidak benar untuk dilakukan. Misalnya untuk menjadi seorang imam harus bisa melafalkan bacaan sholat dengan lantang dan harus seorang laki-laki, padahal dalam kasus ini seorang laki-lakinya adalah seorang tuna wicara dan tuna rungu sehingga tidak bisa menjadi seorang imam karena terbentur oleh tolak ukur/standarisasi tersebut. Apabila seorang wanita juga tidak bisa menjadi seorang imam walaupun mempunyai kapasitas yang sama dengan laki-laki dalam hal agama juga akan menghambat atau bahkan menurut saya dapat menjadi suatu stigmasisasi sehingga merasa dideskriditkan oleh masyarakat. Tapi pada akhirnya laki-laki tersebut dapat menjadi imam ketika sudah bisa melafalkan bacaan sholat tersebut yang menjadikan laki-laki itu harus memenuhi dan mengikuti apa yang dijadikan tolak ukur dan standarisasi yang ada dalam masyarakat.
gmna ngepost kan van
BalasHapusyg tau donk... bantu
BalasHapusMasuk login ke blog ini sama paswordnya tanya wardah mas
BalasHapus