Rabu, 25 Juni 2014

respon paper individu (Ranni Synditha Kusuma Putri kelompok 4)


Ranni Synditha Kusuma Putri 11512010011103
Kesenjangan dan Eksklusi Sosial
Dalam film ini benar menunjukan adanya bahwa konstruksi yang pertama kali dilihat oleh individu lain adalah tubuh dan bagaimana tubuh itu dapat merefleksikan kepada orang lain. Akbar seorang tunawicara belajar mengeja namanya sendiri yang diajarkan oleh teman wanita yang juga seorang tunanetra. Pemaknaan yang dicari oleh seorang disabilitas adalah menyamakan nilai dan norma yang berlaku di tatanan di masyarakat. Kedua penyandang disabilitas ini saling membantu membagi ruang agar dapat diterima di lingkungan yang ‘normal’. Jika dikaitkan dengan pemahaman Judit butler, Akbar melatih agar bisa berbicara karena dirinya sendiri yang akan menentukan makna dari tubuh nya sendiri. maksudnya ketika dia berbicara menyebutkan namanya maka akan memberi pemaknaan pada dirinya mengenai identitas nya yang ternyata selama ini ia memiliki nama ‘Akbar’.
Selain memberikan identitas dalam dirinya, dalam latihannya agar bisa menyebut namanya disini terlihat adanya unsur pemaksaaan agar bisa diterima di masyarakat, agar merasa diterima di masyarakat karena temannya yang wanita juga terus membantu nya disamping dia juga mendapat tekanan dari ibu nya mengapa mengimami Akbar. Itu berarti jelas bahwa individu mengkontruksi gender, masih adanya anggapan bahwa imam itu harus laki-laki.

Ranni Synditha K. Putri 115120100111031
Respon Paper I Kesenjangan dan Ekslusi Sosial
1.      Social Eksklusi Amartya Sen
Sosial ekslusi pada saat itu terpandang pada hal yang mencakup pada bidang baik sosial maupun ekonomi. Siapa saja mereka yang termasuk ke dalam golongan eksklusi itu yaitu orang orang yang dianggap tidak bisa menyesuaikan diri di dalam lingkungannya misalnya: orang cacat. Dan apa saja yang dianggap termasuk sebagai tolak ukur untuk ekslusi sosial salah satunya adalah pekerjaan, dasar hukum, pendidikan dan juga pendapatan. Kemiskinan dianggap menjadi bagian eksklusi sosial karena anggapan tidak mampu mencukupi biaya kehidupan sehari-hari. perlu diperjelas yang tolak ukur seperti apa yang diukur bahwa seseorang itu dianggap miskin. Adanya eksklusi sosial ini menguhubungkan kepada kemampuan dan lingkungan sosial. bisa diambil contohnya adalah kemiskinan akan berdampak kepada kasus perampasan dan kelaparan. Karena terdesak akan kebutuhan pangan tak kuat menahan rasa lapar maka akan melakukan perampasan. Perampasan berasal dari penekanan diri agar memiliki makanan. Penekanan timbul dari rasa tidak puas dan tidak terima dan tidak merasa adil karena mendapati kondisi yang seperti itu (kemiskinan) inilah yang disebut dengan deprivasi.
2.      Durkheim, Norma dan juga Patologis
Durkheim adalah seseorang yang melihat kekacauan sosial ini dari perubahan sosial yang terjadi saat Revolusi Prancis hingga menyokong perubahan sosial yang lain nya. Hingga ia melihat adanya Patologis, menurutnya itu adalah masyarakat yang memiliki pola yang baik serta dalam kondisi yang sehat dimana kondisi sehat yang dimaksud adalah tidak melakukan perbuatan yang meyimpang, jika melakukan perbuaytan menyimpang maka akan dianggap wajar Patologis berbeda dengan deviance karena deviance adalah fenomena yang lebih mengutamakan keutamaan penyokongan bagi kaum kapitalis. Patologi terbagi ke dalam patologi sosial. ada beberapa patokan sehingga bisa menyebtuknya sebagai patologi sosial. di dalam patologi sosial itu terdapat. Patologi ini berasal dari pembagian kerja yang ada di masyarakat modern, karena pembagian kerja di masyarakat modern sangat kompleks, artinya banyak ketidakseragaman. Selain memberikan criteria pada masyarakat yang baik, dalam patologi sosial juga harus memiliki sebuah konsep yang adanya anggapan diterima di masyarakat. Jadi harus berperilaku normal di dalam tatanan masyarakat. Karena di dalam patologi sosial mengandalkan akan adanya keberlakuan sebuah norma. Sedangkan menurut Durkheim crime adalah sebuah tindakan yang wajar yang merupakan hasil dari refleksi nurani kolektif dari setiap individu.
Berbeda dengan Durkheim yang menganggap criem adalah sbeuah tindakan yang wajar, Marx berbicara mengenai Deviance.  Eviance adalah fenomena yang tidak terkontrol ketika hal terkontrol itu mempunyai hubungannya dengan kelas yang ada di masyarakat. Individu tidka dipandang dalam deviance meliankan strukturnya yang dipandang. Kelompok-kelompok deviance ini muncul karena mereka dianggap tak mampu memberikan penyokongan kepada kaum kapitalis, mereka dianggap tidak berguna bagi kaum kapitalis. Terkecuali jika kondisi tidak terkontrol itu terjadi di kaum kapitalis maka mereka menganggapnya sebgai hal yang  wajar.

Misalnya dianggap deviance ialah ketika seorang itu sebagai penjahat atau kaum punk atau kaum gay tetapi ketika kaum kapitalis melakukan korupsi maka dianggapa wajar oleh kaum kapitalis tersbeut karena dinggap mengangkat struktur mereka. Tetapi jika masyarakat melihatnya maka dianggap deviance karena dianggap tidak mampu berada di kalangan kaum kapitalis.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar