Ekslusi sosial menurut Parson pada pertemuan
ke-3 yang telah disampaikan oleh mbak asti dapat saya pahami bahwa, ekslusi
sosial milik parson lebih positivis. Dimana masyarakat yang mengalami eksklusi
sosial adalah masyarakat yang miskin dan berpendapatan rendah, tidak memiliki
akses terhadap pekerjaan karena tidak memiliki dukungan maupun jaringan sosial,
disebabkan akibat efek daerah setempat dan dampak dari awal. Maksutnya
berkaitan dengan eksklusi sosial parson menjelaskan bahwa di dalam masyarakat
terdapat perbedaan tempat dan perbedaan cakupan sosial. Dapat dikatakan demkian
sebab, adanya perbedaan diantara sesama atas hak milik, akses mendapatkan
fasilitas dan lain-lain menyebabkan seseorang yang lain maupun yang tidak
memiliki hak milik, akses mendapatkan fasilitas inilah eksklusi sosial.
Patologis Durkheim merupakan tindak ketidak
wajaran yang sudah sering terjadi sehingga sudah dianggap hal yang normal.
Contohnya adalah tindakan korupsi, seks di luar nikah dan lain-lain. Contoh
tersebut merupakan sebuah fakta sosial yang banyak terjadi di dalam masyarakat.
Sebuah ketidak wajaran tindakan maupun tindak kejahatan yang ada dalam
masyarakat kemudian sudah menjadi hal yang sering terjadi dan wajar pada saat
ini. Bagaimana tidak, melirik dari sebuah contoh diatas untuk mencalonkan
sebagai anggota dan menduduki kursi dprd saja saat ini sudah membutuhkan modal
yang sangat besar dengan demikian menjadi wajar bila ketika seseorang tersebut
mendapatkan kursi dprd beliau akan balik modal (korupsi).
Hal tersebut dikatakan oleh mbak asti pula
nantinya tindakan tidak wajar tersebut tidak hanya merugikan melainkan sudah
menjadi hal wajar yang kemudian dapat menggugah masyarakat yang lain agar lebih
meningkatkan solidaritas mereka. Diantaranya untuk saling menjaga, mengingatkan maupun menghindari tindak ketidak wajaran
tersebut, seperti mulai banyaknya aksi anti korupsi dan lain-lain. Disinilah
maksut Durkheim bahwa crime maupun
tindak ketidak wajaran, kejahatan merupakan hal yang sudah normal terjadi dan
hal itu sengaja diciptakan demi meningkatkan kepedulian maupun solidaritas
antar masyarakat yang lain.
Kembali pada patologis sosial menurut
Durkheim bahwa cirinya yakni terdapat kriteria universal di masyarakat yang
sehat, konsep “normal” telah diciptakan masyarakat dan patologi dianalogikan
sebagai “penyakit”. Maksutnya fakta sosial yang selama ini menjadi kerangka
berfikir Durkheim termasuk pula tindak ketidak wajaran atau diluar keumuman
sebagai fakta sosial yang kemudian disebut patologis. Namun demikian patologis
hanya dianggap sebagai sebuah fakta sosial biasa terjadi di masyarakat modern
akibat pembagian kerja maupun banyak hal lain yang sifatnya sementara.
Sementara dalam hal ini seperti penyakit dimana hal tindakan diluar keumuman
dapat disembuhkan.
Setelah mendapatkan materi keduadi
matakuliah kesenjangan dan eksklusi sosial oleh mas amex ini, respond saya
mengenai materi tersebut ialah interfensi yang dilakukan masyarakat terhadap
perekonomian diperbolehkan menurut “Smith”. Karena hal ini kemudian menjadi hak
bagi diri orang masing-masing. Berkegiatan apa saja yang menunjang perekonomian
dan pembangunan bangsa juga menjadi hak dari setiap warga Negara. Namun
kemudian ketika hal tersebut terjadi pembangunan Negara melaju muncul dimana The Greates Happiness yakni adanya
eksploitasi masyarakat minoritas oleh para dominan namun menjadi suatu hal yang
tidak terfikirkan oleh banyak orang maupun diri sendiri. Contohnya kaum
difable, mereka tidak mendapatkan fasilitas untuk menikmati sebuah sebuah
lokasi maupun gedung.
Bagaimana tidak pendidikan semakin bagus
lapangan pekerjaan terbuka lebar dengan adanya gedung-gedung perkantoran itu
semua hanya diperuntukan oleh para dominan dan mengenyampingkan kaum minoritas
seperti para difabel yang juga mereka memiliki potensi untuk melakukan
pembagunan maupun pemimpin bagi Negara. Tidak terlihat satu gedung perkantoran,
pemerintahan, pendidikan yang menyediakan fasilitas bagi penyandang cacat.
Kemudian hal tersebut menjadi bukan sesuatu yang perlu difikirkan dan hingga
saat ini tidak terfikirkan oleh banyak orang.
Berikut macam sebuah kelompok minoritas
sesuai yang telah dijelaskan oleh mas amex. Kelompok Minoritas Passive dimana kelompok ini merupakan sekumpulan kelompok
masyarakat yang menjadi korban dari bencana yang mana kemudian mereka
direlokasi oleh pemerintah/pihak yang bertanggung jawab ke tempat pengungsian
menjadi satu. Mereka-mereka menjadi satu kelompok minoritas yang biasa mendapat
perhatian dari berbagai kalangan maupun pihak yang bertanggung jawab. Sedangkan
kelompok Minoritas Active, merupakan kelompok masyarakat yang sifatnya mereka
berkumpul menjadi sebuah kelompok akibat adanya perselisihan maupun bentrok
antar masyarakat yang lain.
Sumber: buku catatan
Respond
Paper 2
Maulidya
Agustin 115120107111009
Setelah mendapatkan materi ke 4 mengenai devianc Karl Marx
oleh mbak Titi 2 minggu lalu, saya dapat memahami bahwa deviance merupakan
sebuah tindakan tidak wajar maupun penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Macam
masyarakat menurut Marx terdapati 5 diantaranya primitive, feodal, kapitalis,
sosialis dan komunis. Marx lebih melihat dimana terjadinya deviance dari
bagaimana masyarakat itu sendiri. Di dalam masyarakat juga terdapat control
atau mekanisme, sejatinya control dalam masyarakat juga akan memunculkan
deviance hingga dskriminasi. Namun tidak hanya sebatas itu control menurut marx
dapat juga digunakan untuk melihat bagaimana deviance itu sendiri tercipta.contoh:
adanya bullying, ejekan dan lain-lain menjadisebuah control bagi para deviance
sendiri. Maksutnya dengan adanya larangan akan bullying di sekolah maupun
intimidasi antar sesama menjadi sebuah control/mekanisme bahwa sejauh dan
sebanyak apa para deviance itu ada. Marx lebih menekankan deviance sebagai
sebuah struktur, dimana ketika ada deviance di dalam masyarakat bukanlah
individu devianceyang dilihat. Namun marx akan melihat dan meneliti
masyarakatnya sebagaimana masyarakat tersebut sehingga menyebabkan adanya
deviance di dalamnya.
Marx juga menerangkan tentang deviance production, maksutnya
Marx akan melihat dari sisi populasi dan bagaimana perkembanganya.Marx pula
mengatakan bahwa manakala orang dikatakan deviance adalah orang yg tidak dapat
menyokong kegiatan kapitalisme. Dimana ketika banyak deviance di dalam satu
populasi tersebut, marx tidak akan melihat si deviance tersebut namun bagaimana
kondisi populasi dan apa penyebab dalam populasi tersebut sehingga terdapat
banyak para deviance. Dalam hal ini contohnya seperti anak phunk, orang gila,
pengemis dan lain-lain.Manakala dapat dikatakan infrastruktur (ekonomi) sebagai
salah satu alasan yang mempengaruhi supratruktur (budaya, politik dan agama),
secara sederhana dapat dilihat bahwa masyarakat berekonomi rendah seperti orang
gila, pengemis dan lainya akan tidak mampu melakukan kegiatan budaya, politik,
agama dengan baik maupun kegiatan akumulasi modal dalam rangka menyokong
kegiatan kapitalis. Masuknya era globalisasi (budaya kemapanan) dengan berbagai
kemudahan dan kemajuan yang ditawarkan dalam sebuah Negara (populasi) bisa saja
terjadi penolakan atas hal tersebut.Dimana ini bisa juga menjadi sebuah contoh
bahwa penolakan tersebut terjadi dalam populasi atas ketidak sesuaian
budaya.Dengan demikian dapat menyebabkan deviance dalam populasi tersebut.Terciptanya
deviance dilihat dari adanya bentukan budaya baru sub culture (budaya anti
kemapanan) yang ada di populasi.Contohnya golongan phunk, band indie, pencinta
music reggae dll.
Marx juga menganalisis mayrakat ketika adanya deviance di
dalam masyarakat dengan melihat populasi dari masyarakat tersebut.Dengan
demikian rupa ciri masyarakat dari berguna hingga ketidakbergunaan manusianya.Manusia
dibedakan menjadi skill – semiskill dan unskill. Dalam hal ini marx melihat
berbagai macam kualitas yang dimiliki manusialah yang kemudian menentukan dapat
tidaknya mempengaruhi kegiatan kapitalis.
Maksutnya
dalam hal ini ketika populasi masyarakat tersebut berkualitas rendah atau
unskill, kemudian merekalah yang akan menjadi sasaran empuk para kapitalis.
Dimana mereka dapat dipekerjakan diperas tenaganya dan diupah rendah oleh
kapitalis, yang kemudian hal ini sangat menguntungkan bagi para kapitalis.
Namun pekerja unskiil maupun semiskill juga dapat mempengaruhi kegiatan kapitalis
dalam mempertahankan kondisi maupun
posisi kapitalis. Dimana mereka untuk tetap menghidupakn kegiatan kapitalisnya
juga harus mempertahankan para pekerjanya. Dimana kemudian pekerja unskill
maupun semiskill tersebut harus diberikan pelatihan dan pendidikan yg baik demi
peningkatan keraja sehingga menguntungkan sang kapitalis. Kemudian hal ini tak
jauh berbeda dengan masyarakat yang memiliki skill
mereka-mereka ini juga termasuk masyarakat yang membahayakan bagi posisi kapitalis.Pada
dasaarnya macam-macam masyarakat seperti skill-semiskill hingga unskill sangat
berhubungan dekat dengankapitalis, yang kemudian dapat memunculkan sebuah
deviance.
Marx melihat terdapat 2 ciri masyarakat deviance yakni
diantara social junk dan social dynamit.Dimana social junk
merupakan kelompok masyarakat yang tidak membahayakan bagi kapitalis, bahkan
mereka tidak dapat beradaptasi pada kondisi kapitalis maupun melakukan kegiatan
akumulasi modal. Secara sederhana junk sendiri dapat dikatakan sampah atau
tidak bermanfaat yang mana ini merupakan deviance. Contohnya yakni orang gila,
pengemis, gelandangan dan lain-lain.Hal ini dikarenakan orang gila tidak
memiliki infrasturktur yang baik dalam hal ini ekonomi yang juga tidak dapat
melakukan akumulasi modal maupun bermanfaat bagi kapitalis dan hal ini tidak
menjadi pengkhawatiran bagi kapitalis.Sedangkan social dynamit merupakan
kelompok masyarakat yang membahayakan bagi kapitalis dan perlu dibina agar
tidak merusak maupun berkembang mengganggu kondisi kapitalis.Contohnya
Minggu lalu saya telah mendapatkan
materi dari mbak asti mengenai social
identity and stigma milik Erving Goffman. Respond saya atas materi ini dimana
menurut mashab strukturalis atas paparan mbak asti kemarin, society dianggap sebagai
masyarakat/ kumpulan individu yang mempunyai rutinitas hubungan sosial dan
atribut yang “normal”. Kehadiran setiap individu yang lain dari masyarakat pada
dasarnya wujud dari katagori atribut yang melekat pada individu tersebut
(identitas sosial). Dimana identitas sosial yang melekat pada diri individu
atau atribut akan dilihat maupun dinilai oleh masyarakat, jadi sebagiamana
dikatakan identitas yang muncul adalah buruk masyarakat akan menilai hal
tersebut sebagai stigma. Sebagaimana atribut individu/ identitas sosial dibagi
menjadi 2 diantaranya virtual social identity dan actual social
identity.Virtual social identity, merupakan asumsiyang muncul pada diri
seseorang atas realitas yang belum terbentuk sepenuhnya dan cenderung
menyalahkan/justifikasi atas identitas/atribut oranglain.Sedangkan actual
social identity adalah kategori atribut yang realitasnya dapat terbuktikan dan
adanya gap yang terbentuk pada saat itu.
Stigma menurut Erving Goffman
menurut penjelasan mbak asti minggu kemarin adalah ciri atau pandangan buruk maupun
negative yang diberikan oleh masyarakat kepada individu. Stigma sendiri dapat
menimbulkan efek mendiskriminasi terhadap seseorang, karena dianggap berbeda
dari harapan masyarakat. Tanda, ciri negative atau stigma yang diberikan
masyarakat terhadap individu lain biasanya diberikan kepada individu yang
memiliki atribut tertentu sehingga membentuk pandangan buruk terhadap
seseorang/kelompok tersebut. Teori stigma menurut Erving Goffman stigma merupakan
relasi bahasa, stigma adalah otak untuk mengkonfirmasi ketidakbiasaan
oranglain, stigma memunculkan inferioritas (rendah diri, tidak percaya diri),
stigma menyatu dengan atribut yang melekat pada seseorang atas
ketidaksempurnaan dan yang terakhir stigma memunculkan diskriminasi. Tidak
hanya stigma yang telah dijelaskan oleh mbak asti minggu lalu, bahwa stigma
juga merujuk seseorang untuk melakukan pelabelan terhadap seseorang lain yang
berstigma.
Dimana ketikaseseorang melakukan
stigma terhadap identitas/atribut seseorang lain, disitu masih hanya dalam
batasan terjadinya gap (jarak) yang muncul antara mereka yang menstigma dan
distigma. Hal ini berbeda ketika stigma
telah merujuk pada labeling, seseorang yang telah memberikan stigma terhadap
seseorang lain kemudian dapat saja melabeli
(tindakan stereotype) orang tersebut buruk. Contoh orang merokok dengan
penampilan yang sedikit brandal dalam sebuah terminal bukan berarti mereka
penjahat maupun pencopet namun tanpa sadar orang sekitaryang merasa takut dan
menghindari (stigma) orang tersebut telah memberi label orang tersebut tidak baik/normal.
Teori stereotype yang telah dijelaskan diantaranya:
a. Tindakan
manusia ditentukan oleh bagaimana orang lain secara sosial mendefinisikan
b. Pelabelan
criminal dalam masyarakat menyebabkan seseorang menjadi criminal
c. System
peradilan pidana pada dasarnya memberikan pengesahan atas kriminalitas dan
menghasilkan individu criminal
d. Frank
Tannebaun (1983) kejahatan: label pendefinisian, penekanan, membuat sadar diri,
membangun ciri-ciri penjahat
e. Pemberian
identitas criminal membuat seseorang menerima dan berlaku sesuai kesan
criminal.
Maksutnya
dalam teori sterotype ini jelas bahwa seseorang dilabeli sesuai dengan
bagaimana definisi konstruk masyarakat.Pelabelan criminal sendiri sedikit
banyak yang menyebabkan seseorang menjadi criminal karena merasa dirinya
seorang criminal ya mereka berlaku selayaknya criminal.Hal ini juga didukung
oleh peradilan pidana yang mengesahkan adanya kriminalitas.
Respond Film : Bermula dari A
Maulidya Agustin 115120107111009
Setelah menonton film yang berjudul “Bermula dari A” minggu
lalu di kelas. Saya dapat mengutarakan respond saya sesuai materi yang sudah
diberikan mas amex. Dimana konstruksi pertama kali yang dirasakan oleh manusia
ketika lahir di dunia ini adalah melalui tubuhnya. Maka demikianlah di dunia
ini terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan performa antara laki-laki dan perempuan. Maksut dari perbedaan
performa ini ialah adanya perbedaan tampilan tubuh yang dimiliki tiap manusia entah
laki-laki maupun perempuan.
Sama halnya dalam film yang sudah saya tonton, si perempuan
yang buta sejak kecil pada dasarnya tidak akan jadi masalah besar baginya.
Namun ketika orang sekitar telah menginformasikan dirinya buta dan tidak dapat
melihat seperti banyak orang lainya, maka disitulah si perempuan mulai
mengkonstruksi dirinya adalah sosok yang tidak normal atau cacat karena
kebutaanya. Dilain sisi perempuan tidak dapat melihat begitu pula lah dia tidak
dapat mengkonstruksi seseorang dari performanya selain dengan cara meraba. Maka
wajar ketika si perempuan tidak mengenali sosok laki-laki adalah yg bertubuh
bidang dan memiliki testis. Ketika adegan si perempuan meraba bagian tubuh si
laki-laki penonton sekilas akan mengkonstruksi sesuai budaya timur hal tersebut
sebagai tindak asusila namun itu sebuah cara si perempuan untuk mengkonstruksi
seperti apakah sosok laki-laki.
Menurut Judith Butler pada penjelasan mas amex minggu lalu, gender
merupakan sebuah konstruksi dimana konstruksiini akan melupakan sebuah
pengalaman individu dan performanya. Maka dengan demikian individu dapat mengkonstruksi
gender.Maksutnya ketika berbicara gender orang lain akan memaknai berbeda
ketika seseorang berbeda dari normalnya karena adanya wacana dominan yang
terkonstruksi dengan baik. Dimana kemudian ini terjadi karena mereka melupakan
dan tak tahu ada pengalaman apa dan apa maksut seseorang memaknai dirinya,
meskipun dirinya berbeda dari yang normal ada.Adanya konstruksidimanalaki –laki
yang ada adalahbertubuh kekar, memiliki buah kuldi dan alat kelamin berupa
testis sama halnya dengan konstruksi akan perempuan adalah yang lemah lembut dan memiliki payudara. Hal ini terjadi
dimana ketika wacana dominan mengenai laki-laki maupun perempuan selayaknya
seperti hal diatas karena adanya sebuah performa yang terlihat maka demikianlah
terciptalah sebuah konstruksiyang selalu lekat dengan masyarakat.
Dalam film yang berjudulkan “Bermula dari A” yang mengisahkan
dua sejoli yang memiliki kekurangan atau dapat dikatakan “cacat” karena
konstruksi masyarakat akanperformanya.Cacat sendiri dapat saya katakana
disinyalir sebagai kepentingan kapitalis. Dimana terlihat terlihat si perempuan
membeli kacamata hitam baru karna yang lama kacanya copot. Para kapitalis telah
mengkonstruksikan sejak lama bahwa orang buta adalah yang memakai kacamata
hitam dan membawa tongkat. Semestinya kacamata tersebut tidaklah banyak
bermanfaat untuk orang buta, karena mereka tidak dapat melihat bahkanmerasakan
sinar matahari yang menusuk matanya. Pada akhirnya kacamata hitam itu hanya
sebagai tanda bahwa orang tersebut buta dan kacamata semakin menjadi sebuah
pembeda mana si buta dan si normal.Hal ini yang kemudian dapat memicu
diskriminasi pada orang “cacat”.
Menurut wacana dominan dan konstruksi masyarakat yang ada,
mereka berdua adalah berbeda dari orang normal biasanya.Bahkan dalam film ini
menunjukan dimana mereka berdua telah menganggap dirinya memang berbeda dari
orang normal yang ada. Hal ini terlihat ketika mereka lebih memilih untuk
bersama saling menyayangi dan berjuang dengan sesama pemilik kekurangan.Ketika
masyarakat benar-benar mengkonstruksi perbedaan antara si normal dan pemilik
kekurangan. Masyarakat mulai mengkaitkan hal ini dengan yang lain-lain termasuk
agama. Dimana seorang imam keluarga yang dapat mengimami istri dalam solat
berjamaah haruslah laki-laki yang tidak bisu dan dapat mengucapkan kalimat Allahuakbar. Ini terlihat ketika ibu
si perempuan menekankan si anak untuk
mencari calon suami yang dalam artian tidak bisu dan dapat mengimami. Padahal
itu tidak ada kaitanya,Tuhan menciptakan mereka yang bisu bukan untuk tidak
dapat mengimami makmumnya.Melainkan tuhan akan melihatshalatkita dari niat hamba mengerjakan kewajiban agamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar