Rabu, 25 Juni 2014

Response Paper Individu (Maulidya Agustin)

Maulidya Agustin 115120107111009 – respon paper1

Ekslusi sosial menurut Parson pada pertemuan ke-3 yang telah disampaikan oleh mbak asti dapat saya pahami bahwa, ekslusi sosial milik parson lebih positivis. Dimana masyarakat yang mengalami eksklusi sosial adalah masyarakat yang miskin dan berpendapatan rendah, tidak memiliki akses terhadap pekerjaan karena tidak memiliki dukungan maupun jaringan sosial, disebabkan akibat efek daerah setempat dan dampak dari awal. Maksutnya berkaitan dengan eksklusi sosial parson menjelaskan bahwa di dalam masyarakat terdapat perbedaan tempat dan perbedaan cakupan sosial. Dapat dikatakan demkian sebab, adanya perbedaan diantara sesama atas hak milik, akses mendapatkan fasilitas dan lain-lain menyebabkan seseorang yang lain maupun yang tidak memiliki hak milik, akses mendapatkan fasilitas inilah eksklusi sosial.
Patologis Durkheim merupakan tindak ketidak wajaran yang sudah sering terjadi sehingga sudah dianggap hal yang normal. Contohnya adalah tindakan korupsi, seks di luar nikah dan lain-lain. Contoh tersebut merupakan sebuah fakta sosial yang banyak terjadi di dalam masyarakat. Sebuah ketidak wajaran tindakan maupun tindak kejahatan yang ada dalam masyarakat kemudian sudah menjadi hal yang sering terjadi dan wajar pada saat ini. Bagaimana tidak, melirik dari sebuah contoh diatas untuk mencalonkan sebagai anggota dan menduduki kursi dprd saja saat ini sudah membutuhkan modal yang sangat besar dengan demikian menjadi wajar bila ketika seseorang tersebut mendapatkan kursi dprd beliau akan balik modal (korupsi). 
Hal tersebut dikatakan oleh mbak asti pula nantinya tindakan tidak wajar tersebut tidak hanya merugikan melainkan sudah menjadi hal wajar yang kemudian dapat menggugah masyarakat yang lain agar lebih meningkatkan solidaritas mereka. Diantaranya untuk saling menjaga, mengingatkan  maupun menghindari tindak ketidak wajaran tersebut, seperti mulai banyaknya aksi anti korupsi dan lain-lain. Disinilah maksut Durkheim bahwa crime maupun tindak ketidak wajaran, kejahatan merupakan hal yang sudah normal terjadi dan hal itu sengaja diciptakan demi meningkatkan kepedulian maupun solidaritas antar masyarakat yang lain.

Kembali pada patologis sosial menurut Durkheim bahwa cirinya yakni terdapat kriteria universal di masyarakat yang sehat, konsep “normal” telah diciptakan masyarakat dan patologi dianalogikan sebagai “penyakit”. Maksutnya fakta sosial yang selama ini menjadi kerangka berfikir Durkheim termasuk pula tindak ketidak wajaran atau diluar keumuman sebagai fakta sosial yang kemudian disebut patologis. Namun demikian patologis hanya dianggap sebagai sebuah fakta sosial biasa terjadi di masyarakat modern akibat pembagian kerja maupun banyak hal lain yang sifatnya sementara. Sementara dalam hal ini seperti penyakit dimana hal tindakan diluar keumuman dapat disembuhkan.
           
Setelah mendapatkan materi keduadi matakuliah kesenjangan dan eksklusi sosial oleh mas amex ini, respond saya mengenai materi tersebut ialah interfensi yang dilakukan masyarakat terhadap perekonomian diperbolehkan menurut “Smith”. Karena hal ini kemudian menjadi hak bagi diri orang masing-masing. Berkegiatan apa saja yang menunjang perekonomian dan pembangunan bangsa juga menjadi hak dari setiap warga Negara. Namun kemudian ketika hal tersebut terjadi pembangunan Negara melaju muncul dimana The Greates Happiness yakni adanya eksploitasi masyarakat minoritas oleh para dominan namun menjadi suatu hal yang tidak terfikirkan oleh banyak orang maupun diri sendiri. Contohnya kaum difable, mereka tidak mendapatkan fasilitas untuk menikmati sebuah sebuah lokasi maupun gedung.
Bagaimana tidak pendidikan semakin bagus lapangan pekerjaan terbuka lebar dengan adanya gedung-gedung perkantoran itu semua hanya diperuntukan oleh para dominan dan mengenyampingkan kaum minoritas seperti para difabel yang juga mereka memiliki potensi untuk melakukan pembagunan maupun pemimpin bagi Negara. Tidak terlihat satu gedung perkantoran, pemerintahan, pendidikan yang menyediakan fasilitas bagi penyandang cacat. Kemudian hal tersebut menjadi bukan sesuatu yang perlu difikirkan dan hingga saat ini tidak terfikirkan oleh banyak orang.
Berikut macam sebuah kelompok minoritas sesuai yang telah dijelaskan oleh mas amex. Kelompok Minoritas Passive dimana kelompok ini merupakan sekumpulan kelompok masyarakat yang menjadi korban dari bencana yang mana kemudian mereka direlokasi oleh pemerintah/pihak yang bertanggung jawab ke tempat pengungsian menjadi satu. Mereka-mereka menjadi satu kelompok minoritas yang biasa mendapat perhatian dari berbagai kalangan maupun pihak yang bertanggung jawab. Sedangkan kelompok Minoritas Active, merupakan kelompok masyarakat yang sifatnya mereka berkumpul menjadi sebuah kelompok akibat adanya perselisihan maupun bentrok antar masyarakat yang lain.

Sumber: buku catatan

Respond Paper 2
Maulidya Agustin 115120107111009

Setelah mendapatkan materi ke 4 mengenai devianc Karl Marx oleh mbak Titi 2 minggu lalu, saya dapat memahami bahwa deviance merupakan sebuah tindakan tidak wajar maupun penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Macam masyarakat menurut Marx terdapati 5 diantaranya primitive, feodal, kapitalis, sosialis dan komunis. Marx lebih melihat dimana terjadinya deviance dari bagaimana masyarakat itu sendiri. Di dalam masyarakat juga terdapat control atau mekanisme, sejatinya control dalam masyarakat juga akan memunculkan deviance hingga dskriminasi. Namun tidak hanya sebatas itu control menurut marx dapat juga digunakan untuk melihat bagaimana deviance itu sendiri tercipta.contoh: adanya bullying, ejekan dan lain-lain menjadisebuah control bagi para deviance sendiri. Maksutnya dengan adanya larangan akan bullying di sekolah maupun intimidasi antar sesama menjadi sebuah control/mekanisme bahwa sejauh dan sebanyak apa para deviance itu ada. Marx lebih menekankan deviance sebagai sebuah struktur, dimana ketika ada deviance di dalam masyarakat bukanlah individu devianceyang dilihat. Namun marx akan melihat dan meneliti masyarakatnya sebagaimana masyarakat tersebut sehingga menyebabkan adanya deviance di dalamnya.
Marx juga menerangkan tentang deviance production, maksutnya Marx akan melihat dari sisi populasi dan bagaimana perkembanganya.Marx pula mengatakan bahwa manakala orang dikatakan deviance adalah orang yg tidak dapat menyokong kegiatan kapitalisme. Dimana ketika banyak deviance di dalam satu populasi tersebut, marx tidak akan melihat si deviance tersebut namun bagaimana kondisi populasi dan apa penyebab dalam populasi tersebut sehingga terdapat banyak para deviance. Dalam hal ini contohnya seperti anak phunk, orang gila, pengemis dan lain-lain.Manakala dapat dikatakan infrastruktur (ekonomi) sebagai salah satu alasan yang mempengaruhi supratruktur (budaya, politik dan agama), secara sederhana dapat dilihat bahwa masyarakat berekonomi rendah seperti orang gila, pengemis dan lainya akan tidak mampu melakukan kegiatan budaya, politik, agama dengan baik maupun kegiatan akumulasi modal dalam rangka menyokong kegiatan kapitalis. Masuknya era globalisasi (budaya kemapanan) dengan berbagai kemudahan dan kemajuan yang ditawarkan dalam sebuah Negara (populasi) bisa saja terjadi penolakan atas hal tersebut.Dimana ini bisa juga menjadi sebuah contoh bahwa penolakan tersebut terjadi dalam populasi atas ketidak sesuaian budaya.Dengan demikian dapat menyebabkan deviance dalam populasi tersebut.Terciptanya deviance dilihat dari adanya bentukan budaya baru sub culture (budaya anti kemapanan) yang ada di populasi.Contohnya golongan phunk, band indie, pencinta music reggae dll.
Marx juga menganalisis mayrakat ketika adanya deviance di dalam masyarakat dengan melihat populasi dari masyarakat tersebut.Dengan demikian rupa ciri masyarakat dari berguna hingga ketidakbergunaan manusianya.Manusia dibedakan menjadi skill – semiskill dan unskill. Dalam hal ini marx melihat berbagai macam kualitas yang dimiliki manusialah yang kemudian menentukan dapat tidaknya mempengaruhi kegiatan kapitalis.

Maksutnya dalam hal ini ketika populasi masyarakat tersebut berkualitas rendah atau unskill, kemudian merekalah yang akan menjadi sasaran empuk para kapitalis. Dimana mereka dapat dipekerjakan diperas tenaganya dan diupah rendah oleh kapitalis, yang kemudian hal ini sangat menguntungkan bagi para kapitalis. Namun pekerja unskiil maupun semiskill juga dapat mempengaruhi kegiatan kapitalis dalam mempertahankan  kondisi maupun posisi kapitalis. Dimana mereka untuk tetap menghidupakn kegiatan kapitalisnya juga harus mempertahankan para pekerjanya. Dimana kemudian pekerja unskill maupun semiskill tersebut harus diberikan pelatihan dan pendidikan yg baik demi peningkatan keraja sehingga menguntungkan sang kapitalis. Kemudian hal ini tak jauh berbeda dengan masyarakat yang memiliki skill mereka-mereka ini juga termasuk masyarakat yang membahayakan bagi posisi kapitalis.Pada dasaarnya macam-macam masyarakat seperti skill-semiskill hingga unskill sangat berhubungan dekat dengankapitalis, yang kemudian dapat memunculkan sebuah deviance.
Marx melihat terdapat 2 ciri masyarakat deviance yakni diantara social junk dan social dynamit.Dimana social junk merupakan kelompok masyarakat yang tidak membahayakan bagi kapitalis, bahkan mereka tidak dapat beradaptasi pada kondisi kapitalis maupun melakukan kegiatan akumulasi modal. Secara sederhana junk sendiri dapat dikatakan sampah atau tidak bermanfaat yang mana ini merupakan deviance. Contohnya yakni orang gila, pengemis, gelandangan dan lain-lain.Hal ini dikarenakan orang gila tidak memiliki infrasturktur yang baik dalam hal ini ekonomi yang juga tidak dapat melakukan akumulasi modal maupun bermanfaat bagi kapitalis dan hal ini tidak menjadi pengkhawatiran bagi kapitalis.Sedangkan social dynamit merupakan kelompok masyarakat yang membahayakan bagi kapitalis dan perlu dibina agar tidak merusak maupun berkembang mengganggu kondisi kapitalis.Contohnya


            Minggu lalu saya telah mendapatkan materi dari mbak asti  mengenai social identity and stigma milik Erving Goffman. Respond saya atas materi ini dimana menurut mashab strukturalis atas paparan mbak asti kemarin, society dianggap sebagai masyarakat/ kumpulan individu yang mempunyai rutinitas hubungan sosial dan atribut yang “normal”. Kehadiran setiap individu yang lain dari masyarakat pada dasarnya wujud dari katagori atribut yang melekat pada individu tersebut (identitas sosial). Dimana identitas sosial yang melekat pada diri individu atau atribut akan dilihat maupun dinilai oleh masyarakat, jadi sebagiamana dikatakan identitas yang muncul adalah buruk masyarakat akan menilai hal tersebut sebagai stigma. Sebagaimana atribut individu/ identitas sosial dibagi menjadi 2 diantaranya virtual social identity dan actual social identity.Virtual social identity, merupakan asumsiyang muncul pada diri seseorang atas realitas yang belum terbentuk sepenuhnya dan cenderung menyalahkan/justifikasi atas identitas/atribut oranglain.Sedangkan actual social identity adalah kategori atribut yang realitasnya dapat terbuktikan dan adanya gap yang terbentuk pada saat itu.
            Stigma menurut Erving Goffman menurut penjelasan mbak asti minggu kemarin adalah ciri atau pandangan buruk maupun negative yang diberikan oleh masyarakat kepada individu. Stigma sendiri dapat menimbulkan efek mendiskriminasi terhadap seseorang, karena dianggap berbeda dari harapan masyarakat. Tanda, ciri negative atau stigma yang diberikan masyarakat terhadap individu lain biasanya diberikan kepada individu yang memiliki atribut tertentu sehingga membentuk pandangan buruk terhadap seseorang/kelompok tersebut. Teori stigma menurut Erving Goffman stigma merupakan relasi bahasa, stigma adalah otak untuk mengkonfirmasi ketidakbiasaan oranglain, stigma memunculkan inferioritas (rendah diri, tidak percaya diri), stigma menyatu dengan atribut yang melekat pada seseorang atas ketidaksempurnaan dan yang terakhir stigma memunculkan diskriminasi. Tidak hanya stigma yang telah dijelaskan oleh mbak asti minggu lalu, bahwa stigma juga merujuk seseorang untuk melakukan pelabelan terhadap seseorang lain yang berstigma.
            Dimana ketikaseseorang melakukan stigma terhadap identitas/atribut seseorang lain, disitu masih hanya dalam batasan terjadinya gap (jarak) yang muncul antara mereka yang menstigma dan distigma.  Hal ini berbeda ketika stigma telah merujuk pada labeling, seseorang yang telah memberikan stigma terhadap seseorang lain kemudian dapat saja  melabeli (tindakan stereotype) orang tersebut buruk. Contoh orang merokok dengan penampilan yang sedikit brandal dalam sebuah terminal bukan berarti mereka penjahat maupun pencopet namun tanpa sadar orang sekitaryang merasa takut dan menghindari (stigma) orang tersebut telah memberi label orang tersebut tidak baik/normal.
Teori stereotype yang telah dijelaskan diantaranya:
a.       Tindakan manusia ditentukan oleh bagaimana orang lain secara sosial mendefinisikan
b.      Pelabelan criminal dalam masyarakat menyebabkan seseorang menjadi criminal
c.       System peradilan pidana pada dasarnya memberikan pengesahan atas kriminalitas dan menghasilkan individu criminal
d.      Frank Tannebaun (1983) kejahatan: label pendefinisian, penekanan, membuat sadar diri, membangun ciri-ciri penjahat
e.       Pemberian identitas criminal membuat seseorang menerima dan berlaku sesuai kesan criminal.
Maksutnya dalam teori sterotype ini jelas bahwa seseorang dilabeli sesuai dengan bagaimana definisi konstruk masyarakat.Pelabelan criminal sendiri sedikit banyak yang menyebabkan seseorang menjadi criminal karena merasa dirinya seorang criminal ya mereka berlaku selayaknya criminal.Hal ini juga didukung oleh peradilan pidana yang mengesahkan adanya kriminalitas.

Respond Film : Bermula dari A
Maulidya Agustin 115120107111009 

Setelah menonton film yang berjudul “Bermula dari A” minggu lalu di kelas. Saya dapat mengutarakan respond saya sesuai materi yang sudah diberikan mas amex. Dimana konstruksi pertama kali yang dirasakan oleh manusia ketika lahir di dunia ini adalah melalui tubuhnya. Maka demikianlah di dunia ini terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan performa antara laki-laki dan perempuan. Maksut dari perbedaan performa ini ialah adanya perbedaan tampilan tubuh yang dimiliki tiap manusia entah laki-laki maupun perempuan.
Sama halnya dalam film yang sudah saya tonton, si perempuan yang buta sejak kecil pada dasarnya tidak akan jadi masalah besar baginya. Namun ketika orang sekitar telah menginformasikan dirinya buta dan tidak dapat melihat seperti banyak orang lainya, maka disitulah si perempuan mulai mengkonstruksi dirinya adalah sosok yang tidak normal atau cacat karena kebutaanya. Dilain sisi perempuan tidak dapat melihat begitu pula lah dia tidak dapat mengkonstruksi seseorang dari performanya selain dengan cara meraba. Maka wajar ketika si perempuan tidak mengenali sosok laki-laki adalah yg bertubuh bidang dan memiliki testis. Ketika adegan si perempuan meraba bagian tubuh si laki-laki penonton sekilas akan mengkonstruksi sesuai budaya timur hal tersebut sebagai tindak asusila namun itu sebuah cara si perempuan untuk mengkonstruksi seperti apakah sosok laki-laki.
Menurut Judith Butler pada penjelasan mas amex minggu lalu, gender merupakan sebuah konstruksi dimana konstruksiini akan melupakan sebuah pengalaman individu dan performanya. Maka dengan demikian individu dapat mengkonstruksi gender.Maksutnya ketika berbicara gender orang lain akan memaknai berbeda ketika seseorang berbeda dari normalnya karena adanya wacana dominan yang terkonstruksi dengan baik. Dimana kemudian ini terjadi karena mereka melupakan dan tak tahu ada pengalaman apa dan apa maksut seseorang memaknai dirinya, meskipun dirinya berbeda dari yang normal ada.Adanya konstruksidimanalaki –laki yang ada adalahbertubuh kekar, memiliki buah kuldi dan alat kelamin berupa testis sama halnya dengan konstruksi akan perempuan adalah yang lemah  lembut dan memiliki payudara. Hal ini terjadi dimana ketika wacana dominan mengenai laki-laki maupun perempuan selayaknya seperti hal diatas karena adanya sebuah performa yang terlihat maka demikianlah terciptalah sebuah konstruksiyang selalu lekat dengan masyarakat.
Dalam film yang berjudulkan “Bermula dari A” yang mengisahkan dua sejoli yang memiliki kekurangan atau dapat dikatakan “cacat” karena konstruksi masyarakat akanperformanya.Cacat sendiri dapat saya katakana disinyalir sebagai kepentingan kapitalis. Dimana terlihat terlihat si perempuan membeli kacamata hitam baru karna yang lama kacanya copot. Para kapitalis telah mengkonstruksikan sejak lama bahwa orang buta adalah yang memakai kacamata hitam dan membawa tongkat. Semestinya kacamata tersebut tidaklah banyak bermanfaat untuk orang buta, karena mereka tidak dapat melihat bahkanmerasakan sinar matahari yang menusuk matanya. Pada akhirnya kacamata hitam itu hanya sebagai tanda bahwa orang tersebut buta dan kacamata semakin menjadi sebuah pembeda mana si buta dan si normal.Hal ini yang kemudian dapat memicu diskriminasi pada orang “cacat”.

Menurut wacana dominan dan konstruksi masyarakat yang ada, mereka berdua adalah berbeda dari orang normal biasanya.Bahkan dalam film ini menunjukan dimana mereka berdua telah menganggap dirinya memang berbeda dari orang normal yang ada. Hal ini terlihat ketika mereka lebih memilih untuk bersama saling menyayangi dan berjuang dengan sesama pemilik kekurangan.Ketika masyarakat benar-benar mengkonstruksi perbedaan antara si normal dan pemilik kekurangan. Masyarakat mulai mengkaitkan hal ini dengan yang lain-lain termasuk agama. Dimana seorang imam keluarga yang dapat mengimami istri dalam solat berjamaah haruslah laki-laki yang tidak bisu dan dapat mengucapkan kalimat Allahuakbar. Ini terlihat ketika ibu si  perempuan menekankan si anak untuk mencari calon suami yang dalam artian tidak bisu dan dapat mengimami. Padahal itu tidak ada kaitanya,Tuhan menciptakan mereka yang bisu bukan untuk tidak dapat mengimami makmumnya.Melainkan tuhan akan melihatshalatkita dari niat hamba mengerjakan kewajiban agamanya.

Sumber : buku catatan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar